Dokumentasi Pribadi | Instagram @netrahyahimsa |
Oleh : Disisi Saidi Fatah
Masih teringat jelas dalam benakku kisah awal setahun lalu, yang menjadi faktor utama diri ini berada di pesantren impian. Sebuah keistimewaan dibulan April yang menjadi penghubung dan perekat terjalinnya persahabatan dan persaudaraan kedua mahluk ciptaan tuhan, hingga sampai detik ini masih diberikan waktu untuk bersama.
Tak henti bersyukur kepada-Nya sang khalik yang maha segala-galanya atas nikmat dan beribu keajaiban yang beliau berikan. Dahulu hanya bisa bermimpi berada di pesantren impian untuk mendampingi dan menemani penyemangat diri.
Setahun lalu ketika diri karam akan arah dan tujuan, sedangkan hati galau dan gundah tak menentu akan arah mana yang dituju. Sehingga membuat tak percaya akan semangat untuk hidup, kesana kemari tak kunjung mendapatkan ketenangan diri.
Sampai suatu ketika Allah menghadirkan Bunga. Bunga adalah sahabat SMA yang sudah lama tak berjumpa, sejak lulus SMA Bunga tinggal di Pulau Jawa. Sangat beruntung sekali ia dapat melanjutkan pendidikan kejenjang perguruan tinggi ternama di Pulau Jawa dengan beasiswa penuh.
Awal berpisah dengan Bunga, hubungan kami masih baik-baik saja. Masih sering kasih kabar dan komunikasi masih berlanjut baik via telepon, medsos, maupun email. Namun seiring berjalannya waktu hubungan kami tenggelam bagaikan kapal yang karam ditengah lautan. Dua tahun tak bertemu, komunikasi putus dan benar-benar menghilang. Sampai pada malam itu, tiba-tiba saja ada orang yang tidak dikenal identitasnya menyapaku melalui massenger. Dan ternyata orang itu adalah Bunga. Betapa senangnya hati bisa berhubungan kembali setelah dua tahun saling menghilang.
Alhasil pada malam itu kami saling melepas rindu, maklum sudah lama tak berjumpa jadi rindu akan sahabat lama menumpuk bagaikan gunung yang berjulang tinggi. Banyak yang kami obrolkan pada malam itu, dari aktivitas hingga kisah dan perjalanan kami selama dua tahun ini.
Tidak sengaja aku menyinggung suatu masalah yang begitu menjanggal hati dan membuat galau sampai enggak doyan makan dan mood menurun. Melakukan aktivitas apa saja semua berasa tak ada daya dan upaya. Sudah hampir dua bulan, galau melanda kehidupanku. Ia selalu bermanja dan tak ingin pergi sedikitpun melangkahkan kakinya dariku. Kebingungan pada saat itu juga membuatku tak bergairah dan bersemangat, jangankan mau makan untuk beranjak dari tempat tidur saja enggan sekali.
∆∆∆∆∆∆∆
Dulu ketika masih bersama beliau (orang yang aku panggil Papa), aku begitu bersemangat dan sangat bergairah dalam menjalani hidup, sangkin bersemangat apapun yang beliau perintah tak pernah sedikitpun aku menolak. Beliau menjadi penyemangat hidup, menjadi idola dan inspirasiku. Sering kali aku dan Papa kemana-mana selalu bersama, beliau selalu meminta agar aku menemaninya dan kami selalu terbuka untuk hal apa saja, namun tetap saja ada yang menjadi privasi diantara kami. Hingga pada suatu hari beliau terdiam membisu dan enggan bercerita mengenai masalah yang ia hadapi, bahkan sampai berhari-hari beliau terdiam, cuek, sama sekali tidak menegurku. Tidak biasanya beliau bersikap seperti itu.
Aku takut terjadi sesuatu kepada beliau, oleh sebab itu aku memberanikan diri untuk bertanya, bahkan aku meminta maaf jika ada yang salah terhadapku, namun beliau masih saja enggan bercerita dan selalu cuek terhadapku seolah-olah ada sesuatu kesalahan yang telah aku lakukan.
Beruntung punya sahabat seperti Bunga, selain pintar dan cerdas ia juga sangat religius. Malam itu Bunga menyarankan agar aku melaksanakan sholat istigkhoroh dan meminta petunjuk serta pertolongan kepada Allah, Tuhan yang maha memberi petunjuk dan memberi pertolongan. Mendapat saran dari Bunga, segera kulaksanakan sholat itu untuk memohon petunjuk agar diberikan yang terbaik untuk aku dan Papa.
∆∆∆∆∆∆∆∆
Biasanya, jika aku sedang dilanda galau yang enggak jelas. Pikiran kacau dan mood menurun, aku selalu ingin menyendiri dan menyepi. Namun berbeda kali ini, setelah mengikuti sarah Bunga, ada sesuatu yang menyelinap masuk dalam hatiku. Tiba-tiba saja terlintas dalam benakku untuk mengunjungi sebuah pesantren dimana aku pernah tinggal bersama dengan teman-teman seperjuangan selama satu bulan. Ya mungkin dengan berkunjung kesana aku akan mendapatkan jawaban dan sedikit tenang dari masalah yang aku hadapi.
Tiba di pesantren, aku terkejutkan oleh seorang anak. Ia tertunduk menyapaku dan meraih tangan kananku lalu dicium olehnya. Kutatap wajah beningnya, darisana terpanjang keanggunan dan ketentraman yang membat sejuk hati, matanya yang tenang serta senyum di bibirnya yang membuatku tersipu malu. Tak tahu siapa nama dan asalnya, setahuku dia santri baru disitu. Ada yang menarik pada anak itu, entah apa yang jelas aku seakan-akan menemukan semangat hidup dan bangkit dari keterpurukan yang melanda diri.
Sejak saat itu, aku sering berkunjung dan meluangkan waktu bahkan aku sering bolos kerja jika lagi tidak bersemangat hanya untuk bertemu dia. Sebab dia mampu membangkitkan semangat dalam diriku. Dengan melihat wajahnya, menatap mata, dan merasakan hadirnya senyuman pada bibirnya.
Sebab kehadiran yang selalu tak pernah absen tiap minggu nya, membuat pimpinan pesantren tersebut heran dan senang terhadapku hingga pada suatu hari beliau memanggil agar aku segera menghadap.
“Assalamu’alaikum. Apa gerangan abah, saya dipanggil keruangan abah?”
“Wa’alaikum salam. Begini Noia, abah lihat kamu begitu senang sekali berkunjung ke pesantren sepertinya kamu kerasan disini. Bagaimana jika nak Noia tinggal saja disini, ya bantu abah mengajar anak-anak,” demikian tutur abah kepadaku.
Mendengar kabar itu, aku sangat senang. Sebab ada jalan keluar dari permasalahan yang lalu, apalagi menjadi seorang guru itu adalah hal yang sangat luar biasa, bisa dekat dengan anak-anak dan juga memanfaatkan ilmu yang telah aku dapatkan selama dibangku pendidikan. Aku setuju dengan kabar ini, namun aku tidak bisa langsung mengiyakan. Harus kubicarakan kepada mama dan harus dipikirkan matang-matang.
Usai bertandang ke pesantren, aku segera mengabarkan hal itu kepada mama. Mama menyetujui akan hal itu selagi baik dan selagi masih ada orang yang bisa ia hubungi jika sewaktu-waktu aku tidak bisa di hubungi. Maklum mama orang nya sangat khawatir terhadap anak-anak nya, ya itu pertanda bahwa mama adalah sosok yang penuh kasih sayang.
Aku sangat bangga dan bahagia punya mama, mama penuh pengertian dan kasih sayang terhadap anak-anaknya. Apalagi ketika aku bilang bahwa ada seorang anak yang selalu membuat semangat hari-hariku dan dia tinggal di pesantren tersebut. Maka dari itu mama setuju akan niatku untuk menerima tawaran dari abah.
Sejak saat itu aku berhijrah ke pesanren, meninggalkan papa. Namun sebelumnya masalah diantara kami sudah selesai dan aku juga sudah mengerti mengapa saban hari lalu papa bersikap cuek kepadaku.
∆∆∆∆∆∆∆
Di pertengahan bulan April pada musim kemarau tiba, pada saat itu aku memulai perjalanan, kisah, dan kehidupan baru di pesantren. Aku berharap dengan hijrah ini akan lebih baik kedepan dan semakin bermanfaat lagi ilmu yang telah aku dapatkan di bangku pendidikan selama bertahun-tahun lamanya.
Awal di pesantren semua berjalan dengan baik, begitu pula dengan kegiatan mengajar di sekolah, hubungan antara aku dan anak-anak juga semula berjalan baik hingga sampai di bulan keempat. Sebelumnya aku menerima tawaran abah untuk membantu beliau di pesantren disebabkan karena ada Alfa, anak yang saban hari selalu membuat semangat hari-hariku dan karena sifatnya membantu pesantren aku rasa itu adalah ladang amal bagiku ya seenggaknya sih begitu, selain itu juga karena pada saat itu memang aktivitas dan kegiatan memang masih libur begitu juga dengan kuliah masih off.
Semakin berjalannya waktu, aku semakin kerasan berada di pesantren namun seperti pepatah mengatakan semakin kuat iman seseorang maka semakin besar cobaan menerpanya dan semakin tinggi pohon semakin besar pula angin yang menjemputnya. Ya seperti itulah kehidupan di pesantren.
Sebagai pengajar yang juga ditunjuk sebagai pembina di asrama, sudah pasti harus siap menerima segala amanah dan tanggung jawab yang diberikan. Sebagai manusia insyan yang masih jauh dari kata sempurna, yang disibukkan dengan kerjaan disekolah sudah pasti tidak bisa untuk selalu bersama anak-anak nya. Apalagi anak-anak yang dibimbing sangat banyak, sudah pasti tidak bisa diperhatikan satu persatu setiap menitnya.
Awalnya aku merasa biasa dengan masalah yang selalu diutarakan kepadaku, setiap masalah yang anak-anak lakukan selalu saja aku yang kena batunya. Ya namanya juga pengajar dan pembina, its oke tidak apa-apa mungkin memang harus aku yang mengalah. Aku selalu mencoba untuk bersabar dan terus bersabar, namun sebagai manusia kesabaran tetap saja ada batasnya. Pernah aku ingin pergi meninggalkan semua, meninggalkan tanggung jawab dan kerjaku sebagai pengajar dan meninggalkan kebahagiaan yang sedang bersamaku. Namun setiap kali aku ingin pergi, aku selalu teringat akan Alfa, sebab dialah yang selalu membuatku semangat. Apalagi Alfa pernah bilang kepadaku sejak saat ia bersamaku ia semakin rajin belajar dan bersemangat, aku jadi semakin enggak tega pergi
Semakin aku mencoba untuk terus bersabar, namun ada saja alasan dan masalah yang menghamiri. Pernah juga aku dimarah dan dimaki sama abah dihadapan anak-anak, padahal aku tidak melakukan kesalahan, aku hanya melakukan yang memang itu benar. Setiap anak-anak melakukan kesalahan aku juga yang dimarah. Abah bilang aku gak perhatianlah dan enggak pernah ada waktu untuk anak-anak. Padahal anak-anak kan banyak jadi enggak mungkin sebanyak itu anak-anak aku perhatikan satu persatu setiap menitnya.
Sebenarnya aku sudah enggak kuat lagi bertahan disini, aku juga lelah selalu dimarah dengan alasan kesalahan yang bukan aku pelakunya. Aku ingin meninggalkan semua dan pergi jauh agar lebih bebas. Namun aku kasihan dengan Alfa, dia masih membutuhkanku disini. Alfa bilang dengan adanya aku ia semakin bersemangat dan semakin rajin dan itu juga terbukti pada semester lalu ia berhasil masuk top enam dikelasnya, padahal semester-semester yang lalu dia tidak pernah masuk top enam. Jangankan top enam untuk masuk top sepuluh saja nilainya masi kurang.
Mama dan bapak nya Alfa juga kurang setuju apabila aku harus meninggalkan pesantren. Kedua orang tuanya Alfa sudah seperti orang tuaku sendiri, mereka menganggap aku sudah seperti kakak nya Alfa. Jadi kalau ada apa-apa dengan diriku, merekalah yang menjadi sasaran utamaku untuk meminta pendapat dan pertolongan. Oleh sebab itu aku masih bertahan di pesantren sampai pada saat ini. Sebab aku tak ingin Alfa sedih dan prestasinya menurun kembali. Aku ingin selalu menemani Alfa sampai ia menyelesaikan studinya pada tahun depan.
Akankah aku akan bertahan sampai batas waktunya?
Masihkah cinta ini bersemayam di pesantren impian?
Wallahu alam
Hanya Allah yang tahu. Sebab beliau yang maha mengetahui segala-galanya.
------------------------------------------------------------------------------------------------
Biodata Penulis : *
Disisi Saidi Fatah (Alfa Arkana Eounoia) nama pena. Pria berdarah Lampung kelahiran Gedung Harta, Lampung Tengah, 27 September. Hobi membaca, menulis, sastra dan puisi.
Alumni SMAN 1 Blambangan Umpu, Lampung itu kini tengah disinukkan dengan kegiatan mengajar di SMP Manba’ul ‘Ulum Asshiddiqiyahn11 Way Kanan. Mengenal dunia jurnalistik sejak ikut BPUN MataAir Way Kanan, yang dibimbing langsung oleh Gatot Arifianto, CH, CNNLP.
Alumni Hpnotherapy Akademi Hypnotherapy Karya Tunas Bangsa; beberapa karyanya di publikasikan pada media cetak maupun online, diantaranya; NU Lampung Online, Media MataAir, Antologi Puisi Terbelunggu Media – Kars Publisher (2017), Antologi Puisi Aku Anak Santri – Kars Publisher (2017), Antologi Puisi Resah WA Publisher (2017), Antologi Puisi Aksara Buku Usang – Kars Publisher (2018), Antologi Puisi Seuntai Kasih Yang Terukir Sayang – Penerbit Satria (2018) .
Pengagum ulama sastra KH Ahmad Mustofa Bisri (Gus Mus) dan Ust.Yusuf Mansyur, serta penyuka sholawat Habib Syech AA dan Ananda Takeshi George (Sang Prabu) ini dapat dihubungi melalui akun sosmed nya;
Faceboook : Facebook.com/Netrahyahimsa
Twitter, Instagram, Line : @Netrahyahimsa
E-mail : disisisf.bpun@gmail.com
CP : 0823-7750-5585
Blogs : netrahyahimsa.blogspot.com
Comments
Post a Comment