Skip to main content

Kesempurnaan di Bulan Suci Ramadhan

Foto Liputan6. ist



Sebuah tulisan refleksi di Bulan Suci Ramadhan.


Oleh : Disisi Saidi Fatah


Allah menciptakan kita (manusia) dengan begitu sempurna, dengan mata yang indah, hidung, telinga, dan anggota tubuh lainnya.


Akan tetapi, kenapa manusia masih dikatakan tidak sempurna, karena manusia kurang mensyukuri nikmat yang Allah berikan.  Sudah mempunyai mata katanya kurang sipit, sudah memiliki hidung katanya kurang mancung, sudah memiliki bibir katanya kurang seksi, sudah punya wajah katanya kurang indah, dan yang lebih parah lagi punya hati dikatakan tidak punya hati.

"Sesungguhnya apa yang kita perbuat selama hidup di dunia akan dimintai pertanggung-jawaban di akhirat kelak."

Tampakkan lah rasa keimanan dan rasa syukur kita dengan menggunakan anggota tubuh kita dengan sebaik-baiknya. Karena apa yang kita lihat dan yang kita dengar dapat mempengaruhi hati kita, sehingga dapat dikeluarkan melalui anggota tubuh kita yang lainnya yakni lisan kita.


Terkadang baik atau buruknya sebuah lisan yang diucapkan, sudah tidak kita hiraukan lagi, bahkan terkadang menyakiti perasaan dan diri orang lain.


Mensyukuri Nikmat Allah di Bulan Suci Ramadhan


Bersyukur kepada Allah dan menjalankan segala perintahnya, sebagaimana melaksanakan puasa di bulan suci ramadhan merupakan kewajiban dari Allah.


Akan tetapi dengan berpuasa kita jangan sampai meninggalkan kewajiban kita yang lainnya, seperti sholat, tadarus al quran, dan lain sebagainya. Puasa, apabila tidak melaksanakan sholat apa sempurna? Jelas tidak. Puasa merupakan rukun islam ke empat, sedangkan sholat rukun islam yang kedua. Puasa ibaratkan baju sedangkan shalat adalah celananya.


Coba kita bayangkan, kita pakai baju tetapi tidak memakai celana. Kan tidak sempurna. Dan yang lebih parahnya lagi sudah tidak pakai baju juga tidak pakai celana. Sama halnya dengan tidak berpuasa dan juga tidak sholat.


Puasa dan sholat merupakan bekal kita diakhirat kelak. Usman bin Afan ra, berkata: Seseorang mukmin hendaknya takut kepada enam hal;

  1. Takut kepada Allah, jangan-jangan Allah akan mencabut keimanan nya.
  2. Takut kepada malaikat Hafazah, jangan sampai ia mencatat perbuatan kita dan mempermalukan kita jika di akhirat kelak.
  3. Takut kepada syetan, jangan sampai ia merusak amal yang telah kita kerjakan.
  4. Takut kepada izrail, jangan sampai ia mencabut nyawa kita dalam keadaan tidak beriman.
  5. Takut kepada dunia, jangan sampai kita terlena dibuat olehnya sehingga kita lupa akan urusan akhirat.
  6. Hendaknya kita takut kepada keluarga sendiri, jangan sampai mereka menyibukkan kita sehingga kita lupa kepada Allah.

Ingatlah, Allah menghina dunia, Allah menela dunia, bahkan Allah mengharamkan dunia untuk para umatnya yang beriman. Sesungguhnya apa yang kita perbuat selama hidup di dunia akan dimintai pertanggung-jawaban di akhirat kelak. Sebagaimana dijelaskan di dalam Al-Qur'an Surat Yasin ayat 65 :


الْيَوْمَ نَخْتِمُ عَلَىٰ أَفْوَاهِهِمْ وَتُكَلِّمُنَا أَيْدِيهِمْ وَتَشْهَدُ أَرْجُلُهُم بِمَا كَانُوا يَكْسِبُونَ


"Pada hari ini Kami tutup mulut mereka; dan berkata lah kepada Kami tangan mereka dan memberi kesaksian lah kaki mereka terhadap apa yang dahulu mereka usahakan." (Q S Yasiin, 65).



Mari kita jadikan bulan suci ramadhan ini, tempat kita untuk introspeksi diri, untuk kita menservis diri kita, kita perbaiki diri kita agar menjadi lebih baik lagi. Kita manfaatkan bulan ramadhan ini dengan beribadah yang sungguh-sungguh dan melaksanakan segala perintah Allah.


Jangan sampai Ramdhan tahun ini berlalu begitu saja, sehingga merugikan diri kita. Sebab belum tentu kita akan berjumpa kembali dengan ramadhan-ramadhan yang akan datang.



*Penulis adalah Ketua Alumni BPUN Mataair Way Kanan Lampung 2015. Guru pembimbing mata pelajaran IPA dan TIK di SMP Manba'ul 'Ulum Pondok Pesantren Asshiddiqiyah 11 Way Kanan.

Comments

Popular posts from this blog

Untuk Pejuang Finansial dan Penuntut Ilmu

  Foto oleh Mujahit Dakwah Ada ungkapan menarik dari Imam Syu'bah, "من طلب الحديث أفلس" "Barangsiapa menuntut ilmu hadits, maka ia akan jatuh bangkrut." Sungguh, apa yang beliau sampaikan tidaklah berlebihan. Bagi orang yang belum menyelami bagaimana pengorbanan para ulama dahulu dalam belajar dan menuntut ilmu, ungkapan ini pasti terdengar asing dan mengherankan. Bagaimana tidak, jikalau Imam Malik sampai rela menjual atap rumahnya untuk keperluan menuntut ilmu. Imam Syu'bah menjual bak mandi ibunya. Imam Abu Hatim menjual pakaiannya satu per satu sehingga yang tersisa hanya pakaian yang melekat di badannya. Dan, Imam Ahmad sampai rela safar tanpa alas kaki karena menggadaikan sandalnya sebagai bekal perjuangan menuntut ilmu. Ketahuilah, mereka mengorbankan benda-benda itu karena hanya itulah yang mereka miliki. [ Diceritakan dengan sanadnya oleh syeikh Abdul Fattah Abu Ghuddah dalam kitab masyhur beliau, (صفحات من صبر العلماء) ] Imam Yahya bin Ma'in pe...

Anak itu Arfan Namanya!

  Menjelang maghrib ia sudah berada di masjid Berpakaian lengkap dengan peci hitam di kepalanya Senyumnya merekah, manis dipandang  Arfan, itulah namanya saat kutanya Sekolah di taman kanak-kanak Usianya lima tahun Wajahnya periang, kalau ngomong lancar dan jelas Baca: Kisah Burung Pipit yang Bertasbih Setiap Hari, Lalu Terdiam Waktu kutanya ia, mengapa rajin pergi ke masjid Arfan bilang, supaya Allah sayang Agar apa yang kita minta sama Allah, lekas diberikan "Begitu kata Bunda," ujar Arfan Allah yang sudah memberikan kedua tangan, mata, telinga, dan anggota badan semua Allah juga yang sudah kasih Ayah dan Bunda rezeki Jadi, kita harus rajin ibadah Demikian tutur anak kecil itu Bogor, 2023 Baca: Di Penghujung Mei  

Melihat Lebih Dekat, Masjid Mewah di RS Harapan Bunda Lampung

Tampak dalam ruangan masjid RS Harapan Bunda. Dokpri/Pecandu Sastra.   Salah satu sarana penunjang aktivitas ibadah  kaum muslim adalah tersedianya tempat ibadah yang nyaman, aman, bersih, dan terbebas dari najis. Meski setiap hamparan bumi adalah masjid - tempat bersujud kepada Allah (kecuali kuburan dan kamar mandi atau toilet). Sujud dapat dilakukan di mana saja, di setiap jengkal bumi yang kita pijak, selama tempat tersebut suci dan bersih.