Foto oleh Mujahit Dakwah |
Ada ungkapan menarik dari Imam Syu'bah,
"من طلب الحديث أفلس"
"Barangsiapa menuntut ilmu hadits, maka ia akan jatuh bangkrut."
Sungguh, apa yang beliau sampaikan tidaklah berlebihan. Bagi orang yang belum menyelami bagaimana pengorbanan para ulama dahulu dalam belajar dan menuntut ilmu, ungkapan ini pasti terdengar asing dan mengherankan.
Bagaimana tidak, jikalau Imam Malik sampai rela menjual atap rumahnya untuk keperluan menuntut ilmu. Imam Syu'bah menjual bak mandi ibunya. Imam Abu Hatim menjual pakaiannya satu per satu sehingga yang tersisa hanya pakaian yang melekat di badannya. Dan, Imam Ahmad sampai rela safar tanpa alas kaki karena menggadaikan sandalnya sebagai bekal perjuangan menuntut ilmu.
Ketahuilah, mereka mengorbankan benda-benda itu karena hanya itulah yang mereka miliki.
[Diceritakan dengan sanadnya oleh syeikh Abdul Fattah Abu Ghuddah dalam kitab masyhur beliau, (صفحات من صبر العلماء)]
Imam Yahya bin Ma'in pernah ditanya setelah mendapat kekayaan warisan dari ayahnya, "apa yang akan kau perbuat dengan semua ini?" - Ia menjawab dengan penuh keyakinan, "saya akan infaqkan semua ini untuk belajar hadits."
Bahkan dahulu ada ulama yang sudi mengeluarkan beberapa dinar (keping emas) miliknya hanya demi membeli tinta untuk menulis. Dan, kisah-kisah lain yang luar biasa, banyak diantara mereka yg jatuh bangkrut demi ilmu. Bahkan ada diantara mereka yg rela menjual seluruh pakaiannya, hingga ia hidup tak berbusana di dalam rumahnya sendirian.
Imam Ali bin Harb bercerita,
أتينا زيد بن الحباب، فلم يكن له ثوب يخرج فيه إلينا، فجعل الباب بيننا وبينه حاجزا، وحدثه من ورائه -رحمه الله تعالى"
[صفحات من صبر العلماء | ٢٣٤]
"Kami mendatangi Zaid bin Hubab untuk belajar hadits, beliau tidak memiliki pakaian yang dengannya ia bisa menemui kami, kemudian ia menjadikan pintu rumahnya menjadi tirai penghalang di antara kami dan beliau, dan berlanjut lah periwayatan hadits tersebut di balik pintu itu."
Umar bin Hafs Al-Asyqor juga bercerita,
إنهم فقدوا البخاري أياما من كتابة الحديث بالبصرة، قال: فطلبناه فوجدناه في بيت وهو عريان، وقد نفد ما عنده ولم يبق معه شيء..
[تاريخ بغداد للخطيب | ٢\١٣]
"Dahulu para penuntut ilmu itu pernah beberapa hari mencari-cari Imam Bukhori di Bashrah untuk menimba hadits, setelah dicari ternyata mereka menemukan Imam Bukhori dalam keadaan telanjang di rumahnya, telah habis apa yang ia punya dan tak ada tersisa satupun yang ia miliki."
Begitulah menuntut ilmu. Ia adalah jalan pengorbanan. Jika engkau serius mencintainya, engkau akan korbankan segalanya. Ia tidak hanya memaksa penuntutnya untuk mengorbankan energi, waktu, tenaga, dan pikirannya, ia juga menuntut untuk mengorbankan harta.
Terkadang kita harus rela untuk tidak berbelanja dan makan enak, demi mampu berbekal dalam menuntut ilmu, menempuh perjalanan menuju halaqah-halaqah para ulama, membeli kitab-kitab induk dan mampu memuaskan rasa penasaran pada kitab-kitab baru yang menggiurkan.
Pantas dahulu Imam Malik berkata:
"لا ينال هذا الأمر -يعني العلم- حتى يُذاق طعم الفقر"
"Seseorang tidak akan memperoleh ilmu, sampai ia merasakan pahitnya kefakiran."
Jika diantara teman-teman ada yang sudah berkorban banyak dalam menuntut ilmu, siap untuk tidak makan enak, dan rela untuk tidak kenakan pakaian baru demi pengalokasian uang ke kitab dan bekal-bekal belajar, maka sungguh ia telah mengamalkan sunnahnya para ulama.
Memang harus seperti itu, bukannya kita yakini bahwa ilmu adalah sesuatu yang termahal? Bukannya kita tahu bahwa suatu yang mahal tidak bisa terbayar dengan suatu yang remeh-temeh?
Namun, perlu diingat, hal itu tak seberapa dari apa yang Allah persiapkan bagi pejuang-pejuang ilmu dari keagungan, derajat yang tinggi, dan pahala yang besar.
إن الفقيه هو الفقير وإنما
راء الفقير تجمعت أطرافها
Sumber: Grup Majelis (WA)
Comments
Post a Comment