Media Sosial Refolusi Teknologi Informasi

Ilustrasi. ist



Oleh : Disisi Saidi Fatah


Media sosial seperti yang kita ketahui merupakan sebuah media online, dan para penggunanya bisa dengan mudah berpartisipasi, berbagi, dan menciptakan isi.

Media sosial (social media) adalah saluran atau sarana pergaulan sosial secara online di dunia maya (internet). Para pengguna (user) media sosial berkomunikasi, berinteraksi, saling kirim pesan, dan saling berbagi (sharing), serta  membangun jaringan (networking).


Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), media adalah alat (sarana) komunikasi seperti koran, majalah, radio, televisi, film, poster, dan spanduk. Terletak di antara dua pihak atau lebih (orang, golongan, dan sebagainya), serta sebagai perantara; penghubung. Sedangkan sosial, adalah perubahan yang mengakibatkan seseorang dalam suatu kelompok sosial yang dapat hidup dan berfungsi lebih baik dalam lingkungannya.


Bisa disimpulkan bahwa media sosial adalah sarana penghubung antar individu maupun kelompok untuk kehidupan sosial yang lebih baik.


Jika kita mencari definisi media sosial di mesin pencari Google, dengan mengetikkan kata kunci “social media meaning“, maka Google menampilkan pengertian media sosial sebagai “websites and applications used for social networking”  website dan aplikasi yang digunakan untuk jejaring sosial.


Akhir-akhir ini banyak orang yang salah dalam menggunakan dan memanfaatkan media sosial, dengan menyebarkan informasi hoax, menghadirkan isu-isu yang tidak sesuai dengan fakta di lapangan, bahkan ada yang menyebar fitnah, saling menghujat, menjelekkan, menebar amarah, benci, hingga dendam.


Ini bukan cerita fiksi namun itulah fakta yang kita temui dan sungguh telah terjadi. Medsos adalah anak kandung revolusi teknologi informasi yang terlipat hukum besi teknologi, dengan menghadirkan dua sisi sekaligus dari sebuah koin yang sama.


Kita sebagai pengguna memiliki kesempatan yang sama, mau mengisi dan memviralkan konten kebaikan atau justru kebusukan? Kita harus hati-hati dan lebih cerdas dengan industri buzzer di medsos.


Buzzer adalah sebuah predikat yang namanya diambil dari kata dasar buzz yang artinya ‘pembicaraan’ atau ‘percakapan’. Sehingga buzzer sendiri adalah orang yang diharapkan bisa membuat sebuah topik atau keywords jadi sebuah pembicaraan bukan saja di dunia online tapi juga in real world.


Saya pernah membaca, dalam sebuah pesan berantai (Whatsapp) yang saya dapatkan dan di internet.
Menurut pengakuan perusahaan buzzer, jasa buzzer terdiri dari tiga tim yakni;
  1. Tim HOAX (Ahli pembuat judul, video, photoshop),
  2. Tim Pembully (Ahli grafis, kata-kata),
  3. Tim Perayu (Merayu kandidat/pelanggan dengan data kelemahan lawan).
Dengan strategi menghalalkan semua cara, bahasa kerennya “menggiring opini” kalau bahasa lugasnya “membuka aib hingga memfitnah”, memasukkan dua akun anonim buatan yang saling menyerang untuk memprovokasi, membayar akun yang followernya banyak untuk men-Tweet atau Share berita yang di buzz, serta memiliki pasukan share dan like, lalu menyebarkan dan membuat issue yang diangkat sesuai dengan pesanan pembeli.


Nah, saat kita sebagai pembaca ikut terbawa emosi dan ikut membagikan atau menyukai tanpa konfirmasi, pada saat itulah mindset kita telah menjadi korban.


Di era internet ini (Internet of things, internet of services, and internet of data) kita harus lebih bijak dan cerdas dalam memilih serta memilah informasi baik di medsos maupun internet. Jika kita tidak hati-hati dan teliti maka tanpa kita sadari, kita hanya akan menjadi korban dari suatu kepentingan bisnis, politik, pencucian otak, bahkan perang asimetri.



Media Sosial Media Perdamaian


Beberapa waktu lalu, tepatnya pada Rabu, 16 November 2016, saya mengikuti diskusi ringan “Jagongan Ramik Ragom” ramai beragam yang mendiskusikan kekacauan media sosial dalam rangka memperingati Hari Toleransi se Dunia di SMK Kesehatan Cahaya Darma, Kecamatan Baradatu, Kabupaten Way Kanan.


Saya merasa bangga dan sangat beruntung bisa ikut duduk sambil berdiskusi pada acara Jagongan Ramik Ragom yang merupakan merupakan kegiatan Sakai Sambayan (gotong royong/kerjasama) Pesantren Assidiqqiyah 11, DPD KNPI, KAHMI, Pemuda Muhammadiyah, Peradah, Pemuda Katolik, Pokjawan, SMAN 1 Baradatu, SMK Kesehatan Cahaya Darma, Yayasan Bakti, Karang Taruna, dan PAC GP Ansor Baradatu, yang di kolaburatori oleh Gusdurian Lampung.


Mengapa saya begitu bangga, sebab acara gratis dan tanpa mengeluarkan biaya, menghadirkan sejumlah pemantik yang luar biasa diantaranya, Iskardo P Panggar Anggota Dewan Pembina Gerakan Pemuda Ansor, Andi Oktoviandi Ketua KNPI, Ketua Karang Taruna Sairul Sidik, lalu Nasrullah dari Pemuda Muhammadiyah, Ketua Perhimpunan Pemuda Hindu Indonesia (Peradah) I Gede Klipz Darmaja dan aktivis Pemuda Katholik Andreas Natalis Sapta Aji yang juga Anggota Kelompok Kerja Wartawan (Pokjawan).


Banyak sekali yang saya dapatkan pada acara yang dimoderatori Ketua PC Fatayat NU Way Kanan Rosmalia Resma itu, salah satunya adalah media sosial sebagai media perdamaian.


Masih ingat dengan kata-kata para pematik, Indonesia membutuhkan generasi dahsyat bukan alay, jadikan media sosial sebagai ruang berekspresi positif untuk merawat kebhinekaan, kata bung Iskardo.


Adapun Ketua Peradah I Gede Klipz Darmaja yang mengajak pengguna media sosial untuk bijaksana dalam menggunakan media sosial. “Dipikir dulu, dibaca dulu, sekali, dua kali, tiga kali sebelum kita mau share informasi melalui media sosial, bagaimana kira-kira dampaknya juga harus diperkirakan,” kata nya.


Kita harus bisa membedakan mana informasi yang baik dan buruk, layak untuk di share atau segera di hapus. Kita juga harus teliti dan cerdas dalam mengolah informasi yang di dapat, harus kita cari sumber asal nya dan tentunya harus berupa fakta yang terjadi di lapangan.


Salah satu faktor yang menjadi masalah besar dan harus kita garis bawahi yakni, menurunnya minat baca serta meningkatnya keinginan untuk berkomentar. Kebanyakan orang-orang mendapatkan informasi hanya dengan membaca judulnya saja tanpa melihat isi, dan sumber langsung share dan disebarluaskan. Hal inilah yang harus kita rubah!


(Penulis adalah Alumni SMAN 1 Blambangan Umpu 2015, Alumni Bimbingan Belajar Pasca Ujian Nasional (BPUN) Ansor Way Kanan, Alumni Diklatsar Barisan Ansor Serbaguna (Banser) Way Kanan 2015)

Tulisan ini juga dipublikasikan di NU Lampung, Aktivisi, dan MataAir(*).

Comments