Foto LHK Kota Bandung. Ist |
Lingkungan hidup merupakan titipan dari sang maha pencipta Tuhan yang maha esa, yang harus kita jaga dan rawat bersama guna kita wariskan untuk anak dan cucu kita. Lingkungan hidup adalah kekayaan yang besar dibandingkan harta benda yang kita miliki, tanpanya kita tidak bisa hidup, karena kita sangat tergantung kepadanya.
Hutan yang lebat nan hijau disertai pohon-pohon yang rimbun menghasilkan udara yang segar dan sehat, makanan pokok kita hasilkan dari alam dan hutan yang kita kelola. Sudahkah kita mensyukuri itu semua?
Kita sebagai generasi penerus dari nenek moyang kita, harus mensyukuri serta menjaga dan merawat apa yang telah diwariskan mereka. Kita harus pandai dalam memanfaatkan dan mengolah itu semua. Namun akhir ini banyak kita temui, hutan-hutan yang dulunya hijau dan lebat ditanami dengan pohon yang rindang sekarang menjadi tandus, gersang oleh perbuatan manusia-manusia yang tak bertanggung jawab, dengan menebang pohon seenaknya dan membakar hutan untuk dijadikan lahan perindustrian bahkan pertambangan tanpa memikirkan nasib anak cucunya.
Air sungai yang dulu bersih sekarang menjadi keruh dan rusak dikarenakan limbah dari pabrik bahkan sengaja dirusak oleh para penambang. Lingkungan yang bersih dan indah dipandang mata kini telah menjadi tumpukan sampah, yang dengan sengaja kita buang. Kita hanya diam, bungkam tak berbuat apa-apa melihat itu semua!
Kata guru saya, lingkungan hidup adalah pinjaman dari generasi akan datang. Karena itu wajib dikembalikan dalam kondisi baik atau tidak rusak. Hal-hal seperti diatas harus kita sadari dan kita hentikan, jika dibiarkan secara terus-menerus lalu bagaimana nasib bangsa, anak cucu kita? Dimanakah sikap peduli kita terhadap lingkungan. Apakah perlu pendidikan literasi lingkungan hidup?
Menurut saya itu sangat diperlukan, karena sikap dan mental tersebut harus dirubah. Sikap dan mental untuk peduli terhadap lingkungan harus ditanamkan dalam diri kita sedini mungkin. Program-program penghijauan harus kita terapkan di sekolah-sekolah guna untuk menyemangati dan memotivasi agar para pelajar bisa menjadi agen perubahan dalam lingkungan hidup. Karena merekalah sebagai generasi penerus, jika sikap dan mental kepedulian terhadap lingkungan sudah tidak ada lagi pada diri kita, entah harus bagaimana jadinya kehidupan kita ini. Memang sih, merubah orang tidak tidak mudah, apalagi jika hal tersebut sudah menjadi kebiasaan pada diri kita, tidak semudah membalikkan telapak tangan, semua butuh proses.
Melakukan penanaman atau reboisasi, memanfaatkan dan mengolah sampah, serta tidak membuang sampah sembarangan dan tidak mencemari sungai adalah salah satu cara untuk menjaga kelestarian lingkungan. Dimulai dari hal yang kecil saja, di rumah kita pasti menjumpai yang namanya sampah, baik itu sampah organik maupun anorganik.
Di rumah saya dan Bapak saya Gatot Arifianto memanfaatkan sampah-sampah tersebut, untuk sampah organik seperti sisa makanan dan sayuran serta dedaunan kering kami olah menjadi pupuk cair, selanjutnya untuk sampah organik seperti kertas dan sebagainya kami jadikan rongsokan untuk dijual. Adapun sampah anorganik seperti besi, kaleng, dan botol serta barang yang terbuat dari plastik itu juga kami jadikan rongsokan, untuk sampah seperti kemasan plastik dan semacamnya kami olah kembali menjadi barang-barang kreatif. Sampah plastik tersebut dicuci lalu dijemur hingga kering kemudian digunting kecil-kecil lalu dijadikan bantal, ada juga yang diolah menjadi ecobricks.
Selain di rumah Bapak juga mengajak dan menggandeng pondok pesantren untuk memanfaatkan dan mengolah sampah-sampah plastik, seperti di pondok pesantren Asshiddiqiyah 11 Desa Labuhan Jaya, Kecamatan Gunung Labuhan, Lampung asuhan KH.Imam Murtadlo Sayuti membuat bantal dari olahan sampah plastik, bantal itu juga pernah diikut sertakan pada lomba peringatan Hari Lingkungan Hidup se-Dunia Tingkat Kabupaten Way Kanan Tahun pada 5 Juni 2016 lalu dan mendapatkan juara I.
Adapun di pondok pesantren Al-Falakhuss’adah Desa Tanjung Serupa, Kecamatan Pakuan Ratu, Way Kanan di sana Bapak mengajak santri mengolah sampah menjadi Bantal dan ecobricks. Saya yang kebetulan ikut mendampingi Bapak sangat terkagum dengan sosok nya yang sangat peduli dengan lingkungan, ia sangat peduli betul dan telaten dengan sampah. Bahkan ia rela meluangkan waktunya untuk mengajarkan santri-santri guna memanfaatkan sampah.
Bukan hanya itu, popok instan atau disposable diaper, yakni jenis popok sekali pakai yang umumnya terbuat dari bahan penyerap seperti tissue, fluff pulp. Popok instan termasuk salah satu sampah organik yang memiliki sifat unik, yaitu bisa menyerap dan menyimpan air. Kalau kata Bapak, popok instan bekas tidak perlu dibuang, manfaatkan saja sebagai media tanam. Pemeliharaan lingkungan hidup akan memberikan dampak yang positif bagi individu serta kualitas lingkungan hidup mendatang.
Lalu bagaimana cara memanfaatkannya? Caranya sangatlah mudah sekali. Tips memanfaatkan popok bekas sekali pakai : gunting popok bekas dan keluarkan gel. Gel terkena pipis bisa digunakan untuk pupuk tanaman yang lama-lama akan hilang dengan sendirinya jika terkena air. Adapun untuk pembungkus gel bisa dipotong kecil-kecil selanjutnya kita gunakan sebagai media menanam tanaman hias ,dengan memasukkan ke botol bekas yang sudah diberi tanaman hias. Untuk popok sekali pakai yang terkena feces, bisa digunakan setelah feces dibersihkan di closet. Pemanfaatannya juga sama dengan tips yang diatas.
Bapak yang juga penggiat Gusdurian Lampung mengatakan, limbah seperti popok bekas jika dibuang akan menumpuk dan terus menumpuk, dibakar juga tidak bisa. Karena itu harus ada solusi atas limbah tersebut. Kenapa harus repot mengurus popok instan sekali pakai? Popok sekali pakai berpotensi menjadi sarang nyamuk hingga merusak lingkungan jika dibuang begitu saja. Bagi yang tinggal di desa, tempat pembuangan biasanya di belakang rumah. Jika sehari dua popok bekas, maka dalam satu bulan ada 60 popok bekas tidak termanfaatkan yang berpotensi menjadi sarang penyakit selain lingkungan jadi penuh sampah.
Ada berapa rumah dalam satu desa memiliki balita? Berapa jumlahnya jika satu kabupaten? Potensi sampah dan kerusakan lingkungan dari membuang popok bekas akan tinggi sebagaimana angka kelahiran. Tapi jika tidak ingin repot seperti ini, sebenarnya ada produkbayi yang bisa digunakan secara berulang-ulang seperti popok zaman dahulu, namun tetap juga harus ‘repot’ mencuci. Hanya saja ada keunggulannya, yakni tidak mengotori lingkungan.
Kembali kepedulian kita terhadap sampah, saya pernah ikut gabung dalam aksi pada Februari 2016 lalu, yakni aksi Indonesia Bebas Sampah 2020. Aksi itu digelar se-Kabupaten Way Kanan diinisiasi oleh Ketua PC GP Ansor Way Kanan dengan menggandeng komunitas-komunitas se-Kabupaten Way Kanan serta pelajar dan santri. Aksi gerakan bersih-bersih pungut sampah tersebut dihadiri kurang lebih sekitar 200an peserta, dan dihadiri oleh Bupati Way Kanan Raden Adipati Surya. Ini luar biasa sikap dan kepedulian terhadap lingkungan masih tertanam pada diri kita. Pada hari itu sepanjang jalan dipenuhi oleh peserta Aksi Bebas Sampah 2020.
Lain hal dengan para pemuda yang tergabung dalam komunitas Pemuda Peduli Lingkungan dan Alam (PEMULA) Way Kanan, yang terus menggalakkan program penghijauan di sekolah-sekolah dan di lingkungan setempat. Selain menanam pohon penghijauan Pemula juga mengajak dan memotivasi para pelajar untuk turut serta dalam pelestarian lingkungan, dengan cara tidak membuang sampah sembarangan, memanfaatkan dan mengolah sampah, serta melakukan penghijauan.
Komunitas-komunitas dan pemuda yang seperti ini sangat dibutuhkan dalam upaya pelestarian lingkungan. Lingkungan adalah milik kita bersama dan harus kita jaga karena itu adalah tanggung jawab bersama. Semoga kita sadar dan makin peduli terhadap lingkungan kita. Mari kita tanamkan rasa peduli terhadap lingkungan, dengan tidak membuang sampah sembarangan, menebang pohon dan merusak alam, serta mencemari sungai. Ayo bersama-sama menjaga dan merawat warisan anak cucu kita.
Tulisan ini ditulis oleh Disisi Saidi Fatah, dan dimuat di beberapa media online seperti, NU Online, NU Lampung, dan MataAir.
*Penulis adalah alumni SMAN 1 Blambangan Umpu 2015, Ketua Alumni Bimbingan Belajar Pasca Ujian Nasional (BPUN) Way Kanan 2015, bergiat di Barisan Ansor Serbaguna (Banser) Ansor Way Kanan satkaryon Blambangan Umpu, Pemuda Peduli Lingkungan dan Alam (Pemula) Way Kanan, dan Laskar Santri Nusantara (LSN) Lampung.
Comments
Post a Comment