CERITA ini bermula ketika keluarga besar AIC (Asshiddiqiyah Islamic Collage) Way Kanan pergi ke kota untuk mengurus berkas Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) di Dinas Pendidikan Provinsi Lampung di Telukbetung, Bandar Lampung.
Keluarga besar AIC Way Kanan di Dinas Pendidikan Provinsi Lampung |
Kurang lebih empat jam perjalanan, akhirnya keluarga besar AIC Way Kanan tiba di lokasi. Sampai di lokasi mereka langsung melaksanakan Sholat Dzuhur berjamaah, dipimpin salah satu ustadz Asshiddiqiyah 11.
Usai melaksanakan sholat berjamaah, ustadz dan ibu nyai kemdudian menyerahkan berkas ke dinas, meninggalkan beberapa santri yang terpaksa harus menunggu di luar.
Menghilangkan jenuh, Salman, salah satu santri mengajak teman-temannya untuk mencari makan siang di kantin terdekat. Singkat cerita, setelah makanan ludes masuk perut, ternyata ustad dan nyai tak juga keluar dari gedung.
Salman bersama kawan-kawannya lalu memutuskan untuk menunggu di halaman. Pada saat bersamaan, mereka melihat banyak polisi dan polwan muda tengah latihan di halaman kantor Sabhara Lampung.
Karena menarik, pandangan mata Salman dan kawan-kawan jelas memperhatikan para polisi muda itu latihan. Entah kenapa, beberapa polisi yang latihan itu datang menghampiri Salman dan kawan-kawannya. Mereka lalu bertanya dengan nada keras.
Polisi : Bapak mau kemana?
Salman : Kami sedang menunggu ibu nyai, beliau ada di dalam (Kantor Dinas Pendidikan).
Polisi : Bapak dari mana?
Salman : Kami dari Pondok Pesantren Asshiddiqiyah 11 Way Kanan pak. Ada apa ya?
Polisi : Ooh dari pesantren ya. Gak papa pak, hanya bertanya saja!
Salman : Kami sedang menunggu ibu nyai, beliau ada di dalam (Kantor Dinas Pendidikan).
Polisi : Bapak dari mana?
Salman : Kami dari Pondok Pesantren Asshiddiqiyah 11 Way Kanan pak. Ada apa ya?
Polisi : Ooh dari pesantren ya. Gak papa pak, hanya bertanya saja!
Tidak berlangsung lama, si polisi itu meninggalkan Salman dkk. Namun Salman masih penasaran dan bingung, sebab apa polisi bertanya kepada mereka.
Karena masih penasaran, akhirnya Salman bertanya kepada sahabatnya yang kebetulan juga polisi muda dan bertugas di kantor yang sama.
Usut punya usut ternyata Salman dan kawan-kawannya disangka kelompok teroris oleh polisi-polisi tersebut .
Mendengar info tersebut Salman dan kawan-kawan tertawa terbahak-bahak.
Masa iya Santri yang hanya mengenakan peci dan membawa tas saku kecil disangka teroris. Apalagi santrinya masih muda banget.
Memangnya mukanya seram dan menakutkan ya, makanya si polisi tersebut menyangka teroris. Mana ada teroris berwajah ceria dan cerah, membawa tas saku kecil. Aduh pak polisi, belum minum Aqua kali ya??.
Pesan untuk para polisi; memang polisi adalah pihak yang memiliki kewajiban untuk pengamanan, namun enggak gitu juga kali. Sampai-sampai santri yang berwajah tampan dan ceria serta murah senyum di sangka teroris apalagi santrinya masih muda dan masih berstatus sekolah.
Maaf ya pak polisi, cerita ini aku post ke media. Selamat bertugas bapak.Semangat. (Ditulis oleh Disisi Saidi Fatah)
Cerita ini juga dimuat di media NU Lampung Online
Cerita ini juga dimuat di media NU Lampung Online
Comments
Post a Comment