Karier atau Keluarga? Mana Yang Lebih Utama?

Assalamualaikum, Wr Wb
Selamat siang, dan salam sejahtera bagi kita semua

Jumpa lagi dengan aku Disisi Saidi Fatah.
Baiklah, pada kesempatan kali ini aku ingin memaparkan sedikit tulisan mengenai karier dan keluarga, serta berbagi pengalaman pribadiku.
Seberapa pentingkah keluarga dimata kita? Jika disuruh memilih antara karier dan keluarga kamu pilih mana?



Pernah ada pertanyaan yang saya ajukan pada diri saya sendiri.

Antara keluarga dan karier, yang mana harus ku dahulukan?
Aku adalah anak keenam dari tujuh persaudara dikeluarga, dan anak laki-laki yang paling tua didalam keluarga. Kalau kata orang sih pengganti kedudukan orang tua (bapak).
Sebagai anak laki-laki paling tua, Aku berjuang semampu dan sekeras diri untuk memberikan yang terbaik dalam keluarga.
Beberapa tahun lalu aku bekerja mencari rezeki yang tujuan utama nya ialah sebagai upaya memenuhi keperluan sehari-hari, dan sisanya untuk disimpan dan nantinya akan dipergunakan untuk keluarga.

Aku bekerjasama dengan beberapa wirausaha dan wiraswasta, sebelumnya sudah memberi tahu keluarga bahwa aku akan bekerja dengan salah seorang wirausaha, dan akhirnyapun ibunda mengizknkan. Namun bapak masih belum memberi izin sebab suatu alasan.
Namun, sebab keras kepala, akhirnya aku tetap ikut bekerja disitu, bapak dan ibunda-pun menyetujui.

Waktupun berjalan, karierku sudah mulai kelihatan mengembang, namun itu hanya sebentar saja, bahkan usaha kerja keras aku tidak memperlihatkan hasil.
Aku semakin hari semakin bosan dengan karier tersebut, mungkin karena aku terlalu sangat ambisi untuk mendapatkan hasil yang luar biasa, akan tetapi aku lupa dengan keluarga yang telah kupunya.
Aku lebih banyak meluangkan waktu untuk karier dibandingkan keluarga sampai pada suatu hari dimana bapak kembali dipangkuan sang ilahi.

Akhirnya aku tersadar, betapa pentingnya keluarga bagi diriku, aku telah salah dalam memilih antara keluarga dan karier, yang mana harus kudahulukan.
Aku sangat menyesali perbuatan itu, namun semua telah telat dan tidak akan pernah kembali lagi.
Setelah ditinggal alm.bapak beberapa bulan, akhirnya aku mulai hijrah kembali mencari jalan terbaik dan pastinya yang Allah dan ibunda ridhoi.
Tak lama dari itu, Alhamdulillah aku mendapatkan kesempatan untuk bekerja disalah satu yayasan ternama di kota, dimana tempatku tinggal.

Aku meminta izin dan restu dari ibunda, dan Alhamdulillah ibunda-pun mengizinkan.
Ya Alhamdulillah, berkat dari doa restu ibunda, karierku meningkat. Ya memangsih gajinya masih sedikit. Namun, aku tetap mensyukurinya.

Awal-awal bekerja di yayasan, semua berjalan dengan lancar tanpa hambatan, bahkan kegiatanku diluar masih tetap berjalan sebagaimana mestinya, dan aku juga masih bisa mencari kerja sampingan untuk menambah rezeki buat keluarga.
Akupun masih sering jenguk keluarga dua bulan sekali bahkan terkadang sebulan sekali.

***
Seiring berjalannya waktu, semuapun berubah. Aku tak lagi sebebas dahulu.
Sang pemilik yayasan menegorku, ia marah dan mengancamku untuk dikeluarkan dari yayasan tersebut jika aku tidak mematuhi nasihatnya. Padahal selama ini aku selalu patuh, manut, dan tertib dengan peraturan.
Entah apa yang membuat dia berubah?
Kemarin, aku ada kegiatan diluar yang memang tidak bisa aku tinggalkan. Aku izin dengan pemilik yayasan dengan baik dan sopan, namun apa yang didapatkan? Bukannya diberi izin, aku malah di marah, dijelek-jelekkan, bahkan lembaga yang akan ku datangi itu dijelek-jelekkan.
Namun hal itu tak membuatku down, aku kabur keluar tanpa pamitan sebab jika aku pamitan maka aku tak akan pernah mendapatkan izin. Sedangkan aku lebih sayang keluargaku dari karier di yayasan tersebut, aku sih enggak takut jika aku dikeluarkan. Sebab Allah pasti memberikan yang terbaik untukku.

Ini sangat aneh sekali, dan tidak adil bagi diriku. Aku sudah berusaha profesional bekerja dengan tupoksi dan waktu sesuai dengan jadwal. Aku juga jarang sekali izin jika tidak ada kepentingan dan hal yang mendesak.
Bahkan aku ngantor setiap hari, walau tidak ada jadwal ngajar.
Tepi mengapa ini enggak adil denganku, mengapa guru-guru yang lain tak sama seperti diriku.

***
Aku bingung harus kepada siapa diriku mengadu, mencurah isi hatiku. Aku ingin menceritakan semua pada ibunda namun aku takut ibunda kepikiran dengan semua yang aku alami.
Namun jika tidak kuceritakan maka aku tak akan mendapatkan solusinya.

Setelah berfikir lama, akhirnya kuceritakan semua pada ibunda, mbak aku yang jauh lebih memiliki pengalaman dariku, pamanku, dan bapak angkatku.
Mereka bilang agar aku tetap bersemangat, sabar, dan terus berjuang dalam karier itu.

Aku sebenarnya lelah, sebab tidak bebas di yayasan tersebut. Namun aku lebih sayang pada keluarga.
Jadi aku memilih untuk masih bertahan di yayasan itu.
Aku takut kehilangan orang yang aku sayang, sebagaimana alm bapakku.

Aku enggak peduli, seberapa banyak kata-kata kasar, jelek, dan lainnya yang orang timpakan kepadaku, selagi itu bukan dari ibundaku.

Intinya, aku lebih memilih keluargaku dari pada karier. Seandainya ibunda dan mbak, atau paman menyarankanku untuk pergi dari yayasan  tersebut maka aku akan pergi.
Sebab aku takut akan ibundaku, aku takut jika ibunda tak meridhoiku.

 Keluarga adalah hal yang paling utama, keluarga adalah harta yang tak ternilai harganya.

No comments

Bagian 1 - Tiga Puluh Jam Bersama Habibana

1/ Nabastala biru kian memudar, merah, jingga, orange, menggantikan peran memadati pemandangan senja yang kian tenggelam. Segera, usai berd...

Powered by Blogger.