Skip to main content

Merawat Kebhinekaan Menjaga Keutuhan NKRI



Oleh : Disisi Saidi Fatah
Univ. Terbuka UPBJJ Bandar Lampung

Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) merupakan suatu wilayah negara kepulauan besar yang terdiri dari ribuan pulau dan diapit oleh dua benua dan dua samudera serta didiami oleh ratusan juta penduduk. Disamping itu Indonesia memiliki keanekaragaman adat istiadat  dan budaya yang saling terjalin antara satu dan yang lainnya yang tercermin dalam satu ikatan kesatuan yang terkenal dengan sebutan “Bhineka Tunggal Ika”. Disisi lain, Indonesia juga memiliki landasan, yakni pancasila yang merupakan dasar negara dan dijadikan sebagai pandangan hidup serta filsafat bangsa.

Apabila kita melihat dari sudut kebudayaannya, masyarakat Indonesia adalah plural (jamak) sekaligus heterogen (beraneka ragam). Kondisi kemajemukan budaya masyarakat Indonesia inilah yang seharusnya kita banggakan, namun dibalik kebanggaan tersebut juga mengandung musibah yakni kerawanan akan konflik.

Pada akhir ini banyak sekali kita jumpai dan dengarkan baik melalui media massa, elektronik, ataupun yang secara langsung kita temui dilapangan, kita mendapati begitu banyak konflik yang terjadi di sekitar kita dan hampir 90% terjadi karena perbedaan, baik suku, agama, ras, dan golongan bahkan perbedaan pandangan ataupun pendapat juga bisa memicu konflik. Begitu juga di media sosial atau medsos, belakangan ini banyak sekali yang salah dalam menggunakan medsos. Banyak sekali para pengguna medsos yang tidak paham etika, namun tak banyak pula yang bisa memanfaatkannya dengan baik dan positif.

Sering kali ketika saya membuka medsos, hampir 80% setiap hari isi medsos dipenuhi dengan sindiran, provokasi, dan saling mencibir antara satu dengan yang lainnya. Padahal, negara kita ini memiliki pluralisme (kemajemukan) budaya yang menunjukkan betapa kayanya negara kita, beragam suku bangsa, bahasa daerah, makanan, dan hasil kesenian indah lainnya.

Mengapa kita tidak bangga dengan semua yang kita miliki? Seharusnya perbedaan tidak menjadi hambatan untuk berinteraksi antar sesama. Alasannya, karena pada hakikatnya ada sebuah kesamaan yang paling mendasar, yaitu sama-sama merupakan manusia yang memiliki hati nurani. Inilah konsep ideal yang ditawarkan untuk menyikapi keberagaman budaya di Indonesia.

Didalam Al-Qur’an juga Allah sudah tegaskan, seperti pada surah Ar-Ruum ayat 22 yang berbunyi

وَمِنْ آيَاتِهِ خَلْقُ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَاخْتِلَافُ أَلْسِنَتِكُمْ وَأَلْوَانِكُمْ إِنَّ فِي ذَٰلِكَ لَآيَاتٍ لِّلْعَالِمِينَ

Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah menciptakan langit dan bumi dan berlain-lainan bahasamu dan warna kulitmu. Sesungguhnya pada yang demikan itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang mengetahui.

Serta dalam Qur’an surah Al-Hujuraat ayat 13,

يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّا خَلَقْنَاكُم مِّن ذَكَرٍ وَأُنثَىٰ وَجَعَلْنَاكُمْ شُعُوبًا وَقَبَائِلَ لِتَعَارَفُوا إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِندَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ

“ Hai manusia sesungguhnya kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa dintara kamu. Sesungguhnya Allah maha mengetahui lagi maha mengenal.

Kita sebagai rakyat Indonesia harusnya saling menghormati dan menghargai antara satu dengan yang lainnya, tanpa sedikitpun merendahkan suku, budaya, adat, dan juga agama yang dimiliki orang lain.
Bukankah berbeda itu Indah? Keberagaman kita itu ibaratkan pelangi, pelangi itu terdiri dari berbagai warna, karena beraneka ragam inilah yang menyebabkan pelangi itu indah untuk kita pandang! Begitu juga dengan keberagaman di Indonesia harus bisa kita terima agar sejalan lurus dengan Bhineka Tunggal Ika yang memiliki arti berbeda-beda namun tetap satu jua.

Pluralisme budaya juga sangat dipentingkan untuk menumbuhkan sikap kecintaan akan budaya masing-masing, menciptakan rasa tenggang rasa antar pemilik kebudayaan yang satu dengan yang lainnya, dan adanya pluralisme akan menghilangkan kebosanan. Seharusnya kita menyadari plurarisme budaya bukanlah sebuah alasan untuk memecah belah persatuan.

Comments

Popular posts from this blog

Pelukan yang Tak Selesai [Cerbung]

Ilustrasi oleh AI Halo sahabat pembaca, terima kasih ya telah setia mampir dan membaca setiap karya kami. Salam hangat dari aku Cendekia Alazzam dan beberapa nama pena yang pernah aku kenakan 😁🙏. 

Cinta, Pengabdian, dan Jejak yang Abadi

  Gambar dibuat oleh AI. Halo, sahabat pembaca. Salam kenal, aku Cendekia Alazzam. Aku hendak menulis cerita bersambung, kurang lebih ada 10 bab. Dengan judul besar "Cinta, Pengabdian, dan Jejak yang Abadi". Bergenre Fiksi Realis, Drama Keluarga, dan Romance.

Anak itu Arfan Namanya!

  Menjelang maghrib ia sudah berada di masjid Berpakaian lengkap dengan peci hitam di kepalanya Senyumnya merekah, manis dipandang  Arfan, itulah namanya saat kutanya Sekolah di taman kanak-kanak Usianya lima tahun Wajahnya periang, kalau ngomong lancar dan jelas Baca: Kisah Burung Pipit yang Bertasbih Setiap Hari, Lalu Terdiam Waktu kutanya ia, mengapa rajin pergi ke masjid Arfan bilang, supaya Allah sayang Agar apa yang kita minta sama Allah, lekas diberikan "Begitu kata Bunda," ujar Arfan Allah yang sudah memberikan kedua tangan, mata, telinga, dan anggota badan semua Allah juga yang sudah kasih Ayah dan Bunda rezeki Jadi, kita harus rajin ibadah Demikian tutur anak kecil itu Bogor, 2023 Baca: Di Penghujung Mei  

Selamat Ulang Tahun Sahabat Kecil

Selamat ulang tahun kecilku. Dokpri©2025. Ist

Tiga Puluh Jam Bersama Habibana

Kenangan Habibana dan Abah serta rombongan. Foto Pecandu Sastra. Dokpri   Jum'at itu menjadi pembuka perjalanan yang mengesankan. Nabastala biru menghampar semesta sore, perlahan mulai memudar. Segera usai berdzikir aku telah bersiap menemani Abah dan jamaah memenuhi undangan majelis peringatan Isra' Mi'raj di salah satu desa di bagian Bogor Timur. Abah, demikian aku memanggil laki-laki yang tengah berusia 50 tahun itu. Seorang pendakwah yang begitu istiqomah, gigih, penyabar, dan sangat mencintai ilmu. Beberapa bulan belakang, aku kerap menemani beliau berdakwah di desa tersebut, sepekan sekali. Tak peduli gerimis, hujan, dingin, ataupun panasnya cuaca, lelah setelah beraktivitas sekalipun, beliau terus istiqomah tanpa absen. Kecuali uzur yang mendesak. Hal tersebut yang menjadi salah satu yang aku kagumi dari sosok Abah. Sore itu, rombongan dijadwalkan berangkat sebelum maghrib. Dikarenakan perjalanan yang cukup memakan waktu, apalagi hari kerja, jam-jam segitu adalah pu...