Skip to main content

Menjadi Konsumen Cerdas di Era Industri 4.0

 

Maskot Konsumen Cerdas. Foto Dunia Bisa. Istimewa

Oleh: Disisi Saidi Fatah



Aktivitas perdagangan atau perniagaan sudah dimulai sejak masa awal sebelum uang ditemukan. Pada masa itu, kegiatan transaksi ini dilakukan dengan cara barter atau saling bertukar barang sesuai kebutuhan. Namun, seiring berjalannya waktu, pada masa modern saat ini perdagangan maupun perniagaan dilakukan dengan cara bertransaksi menggunakan mata uang sebagai alat pembayaran yang sah.

Pada masa awal lalu, perdagangan hanya dilakukan dengan cara tatap muka/langsung antara penjual dan pembeli, serta melalui perantara. Seiring perkembangan zaman dan teknologi digital, aktivitas perdagangan mengalami perubahan yang signifikan. Kini transaksi jual-beli sudah merambah ke ranah digital.

Sebagaimana perkembangan teknologi, tentu membawa dampak baik maupun buruk bagi pelaku dunia industri, terlebih bagi para konsumen. Terutama orang-orang awam teknologi. Banyak para konsumen yang justru tertipu oleh suatu produk yang ia beli secara online (transaksi digital) yang mengakibatkan kerugian. Misalnya, transaksi jual-beli yang dilakukan secara leasing atau kredit. Sering banyak calon konsumen yang enggan membaca isi perjanjian yang diajukan pelaku usaha terkait transaksi tersebut.

Padahal, isi perjanjian itu perlu dicermati sehingga calon konsumen bisa tahu dan paham, apakah ada perjanjian yang merugikan konsumen atau tidak. Konsumen memiliki hak dalam perlindungan, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Jadi, setiap konsumen berhak protes terhadap pelaku usaha jikalau memang terdapat kesalahan atau hal yang menimbulkan kerugian.

Dalam bertransaksi secara digital, diharapkan pula para konsumen dapat cerdas dalam mencermati barang yang hendak dibeli sebelum memutuskan untuk membelinya. Agar terhindar dari kekecewaan karena membeli produk yang tidak sesuai dengan harapan. 


Baca juga: "Digitalisasi UMKM sebagai Sumber Daya Ekonomi Unggul di Tengah Pandemi"


Adapun hal-hal yang harus dipahami oleh seorang konsumen, agar terhindar dari hal sebagaimana disebut di atas dan menjadi konsumen yang cerdas; diantaranya:


1. Teliti Sebelum Membeli

Seringkali kita menjumpai  di lingkungan sekitar kita banyak konsumen yang kurang teliti dalam membeli suatu produk. Tidak terdahulu melihat dan memperhatikan secara baik barang yang akan dibeli, sehingga mengakibatkan kerugian. Sebab, terlalu cepat dan terburu-buru memutuskan untuk membeli dan membayar produk. Dan setelah transaksi selesai baru diketahui jika produk tersebut cacat atau ada bagian yang hilang.

2. Beli Produk Berstandar SNI

Dalam hal ini juga, banyak kejadian yang terjadi di tengah masyarakat kita. Konsumen membeli produk yang tidak berlebel/memiliki Standar Nasional Indonesia (SNI). Seperti pada produk otomotif, misalnya pada helm dan produk kelistrikan. Sehingga mengalami kejadian seperti kecelakaan bermotor yang mengakibatkan kematian karena tidak menggunakan helm yang ber-SNI. Dan kebakaran sebab instalasi maupun kabel listrik yang tidak memenuhi SNI. Atau tabung gas yang mudah meledak, dan peralatan-peralatan lainnya.

3. Memperhatikan Label, Manual Kartu Garansi (MKG), dan Tanggal Kadaluarsa

Nah, yang tidak kalah penting, dalam poin ketiga ialah label, kartu garansi, dan tanggal kadaluarsa suatu produk.
Sebagai konsumen yang cerdas kita harus memperhatikan ketiga poin di atas. Hal ini penting, sebab jika konsumen mengabaikan maka dapat mengalami kekecewaan, karena barang yang dibeli bisa tidak sesuai dengan harapan.

4. Beli Produk Sesuai Kebutuhan, Bukan Keinginan

Poin keempat ini tidak kalah penting untuk diterapkan dalam aktivitas seorang konsumen. Kejadian membeli produk sesuai keinginan bukan sesuai kebutuhan bisa terjadi kepada siapa saja. Hal ini jika tidak segera diperbaiki, maka dapat menganggu keuangan seorang konsumen. Karena kita sebagai manusia memiliki keinginan yang tidak terbatas. Apalagi jika sudah mendengar kata promo.

5. Mencintai Produk Dalam Negeri

Sebagai konsumen yang baik dan cerdas, kita juga harus mencintai produk-produk dalam negeri (Indonesia), dengan membeli produk buatan lokal, walaupun ada produk yang harganya sedikit lebih mahal dibanding produk impor. 

Karena sekarang banyak sekali produk-produk impor yang beredar di Indonesia, yang sudah barang tentu membingungkan para konsumen untuk memilih produk lokal ataupun impor. Kebingungan ini tentu membuat para konsumen untuk memilih produk yang justru lebih murah.

Namun, jika produk impor terus menerus dikonsumsi, dalam jangka panjang akan berpengaruh pula terhadap stabilitas ekonomi. Di mana produsen produk lokal akan banyak gulung tikar yang juga dampaknya akan terjadi PHK terhadap tenaga kerja. 

Sebagai konsumen cerdas kita harus mencintai produk Indonesia untuk menjaga stabilitas ekonomi negara.

6. Gunakanlah Platform Digital Resmi

Nah, dari kelima poin secara garis besar yang telah disebutkan di atas, ada hal yang tak kalah penting lainnya dalam bertransaksi digital. Yaitu; menjaga keamanan dalam bertransaksi.

Dalam bertransaksi secara digital, gunakanlah platform digital resmi untuk bertransaksi. Seperti yang sudah memiliki brand/nama saat ini, misal; Shopee, Toko Pedia, Lazada, Amazon, dan lain-lain. Hindari bertransaksi melalui market yang kurang jelas. Lihatlah rating market atau testimoni dari para pelanggan agar tidak mengecewakan. 

Selain itu juga, keamanan dalam bertransaksi juga harus diperhatikan. Seperti data-data yang bersifat privasi. 

Jika poin-poin di atas sudah diterapkan, insyaallah konsumen tidak lagi mengalami kekecewaan ataupun kerugian. Mari terapkan dan budayakan diri sebagai konsumen yang cerdas, dengan bertransaksi yang cerdas dan mencintai produk lokal.

Comments

Popular posts from this blog

Untuk Pejuang Finansial dan Penuntut Ilmu

  Foto oleh Mujahit Dakwah Ada ungkapan menarik dari Imam Syu'bah, "من طلب الحديث أفلس" "Barangsiapa menuntut ilmu hadits, maka ia akan jatuh bangkrut." Sungguh, apa yang beliau sampaikan tidaklah berlebihan. Bagi orang yang belum menyelami bagaimana pengorbanan para ulama dahulu dalam belajar dan menuntut ilmu, ungkapan ini pasti terdengar asing dan mengherankan. Bagaimana tidak, jikalau Imam Malik sampai rela menjual atap rumahnya untuk keperluan menuntut ilmu. Imam Syu'bah menjual bak mandi ibunya. Imam Abu Hatim menjual pakaiannya satu per satu sehingga yang tersisa hanya pakaian yang melekat di badannya. Dan, Imam Ahmad sampai rela safar tanpa alas kaki karena menggadaikan sandalnya sebagai bekal perjuangan menuntut ilmu. Ketahuilah, mereka mengorbankan benda-benda itu karena hanya itulah yang mereka miliki. [ Diceritakan dengan sanadnya oleh syeikh Abdul Fattah Abu Ghuddah dalam kitab masyhur beliau, (صفحات من صبر العلماء) ] Imam Yahya bin Ma'in pe...

Anak itu Arfan Namanya!

  Menjelang maghrib ia sudah berada di masjid Berpakaian lengkap dengan peci hitam di kepalanya Senyumnya merekah, manis dipandang  Arfan, itulah namanya saat kutanya Sekolah di taman kanak-kanak Usianya lima tahun Wajahnya periang, kalau ngomong lancar dan jelas Baca: Kisah Burung Pipit yang Bertasbih Setiap Hari, Lalu Terdiam Waktu kutanya ia, mengapa rajin pergi ke masjid Arfan bilang, supaya Allah sayang Agar apa yang kita minta sama Allah, lekas diberikan "Begitu kata Bunda," ujar Arfan Allah yang sudah memberikan kedua tangan, mata, telinga, dan anggota badan semua Allah juga yang sudah kasih Ayah dan Bunda rezeki Jadi, kita harus rajin ibadah Demikian tutur anak kecil itu Bogor, 2023 Baca: Di Penghujung Mei  

Melihat Lebih Dekat, Masjid Mewah di RS Harapan Bunda Lampung

Tampak dalam ruangan masjid RS Harapan Bunda. Dokpri/Pecandu Sastra.   Salah satu sarana penunjang aktivitas ibadah  kaum muslim adalah tersedianya tempat ibadah yang nyaman, aman, bersih, dan terbebas dari najis. Meski setiap hamparan bumi adalah masjid - tempat bersujud kepada Allah (kecuali kuburan dan kamar mandi atau toilet). Sujud dapat dilakukan di mana saja, di setiap jengkal bumi yang kita pijak, selama tempat tersebut suci dan bersih.