Skip to main content

Perkedel Tempe: Menu Sehat Kaya Akan Protein

 

Perkedel tempe. Foto Disisi©2025. Ist

       Masih bingung cari menu sahur dan berbuka puasa? Sahabat pembaca bisa nih cobain menu yang satu ini, perkedel tempe. Selain rasanya gurih, dari segi kesehatan dan gizi terjamin, dan tentunya kaya akan protein. Bahannya simpel dan sangat mudah untuk didapatkan di lingkungan sekitar.


Perkedel tempe ini terbuat dari dua bahan yang kaya akan protein, yaitu tempe dan telur. Cara buatnya pun sangat mudah, dan tidak perlu waktu yang lama. Sehingga tidak menggangu aktivitas kompasianers yang lainnya.


Olahan tempe dan telur ini juga sangat cocok buat yang suka jajan gorengan, karena bisa dijadikan cemilan untuk berbuka puasa. Mau pakai cabai atau saus pun tidak masalah!


Baca juga: Hidup Positif ala Good Vibes Good Life


Adapun bahan-bahan yang diperlukan untuk membuat perkedel tempe, diantaranya ialah; 1 papan tempe, 2 butir telur ayam, setengah sendok makan (sdm) bubuk bawang putih (bisa juga pakai bawang putih yang ditumbuk), bawang goreng secukupnya, garam secukupnya, 1 sdm kaldu bubuk, 1 sdm ketumbar bubuk, 1 sdm lada bubuk, dan minyak goreng.


Cara membuat; pertama, potong tempe menjadi bagian kecil, lalu rebus atau kukus di atas api yang sedang - dalam waktu kurang lebih lima menit. Hal ini dilakukan untuk menghilangkan bau tempe mentah. Setelahnya, tempe dihaluskan dengan tekstur menyesuaikan selera (lembut atau agak kasar). Jika sudah, bumbui dengan bubuk bawang putih, bawang goreng, garam, lada, ketumbar, kaldu bubuk, lalu aduk hingga tercampur rata.


Kocok telur dan tambahkan ke dalam adonan tempe secukupnya, jangan banyak-banyak agar tidak lembek. Lalu, sisa telur gunakan sebagai bahan pencelup. Bentuk adonan tempe menjadi bulat pipih (ukuran sesuai selera), lalu celupkan ke telur dan goreng hingga kecoklatan.


Baca juga: Keajaiban Waktu Subuh dan Keistimewaannya Dalam Perspektif Islam 


Demikian resep perkedel tempe yang kaya akan protein, resep ini aku dapatkan dari salah satu konten kreator makanan (ulandailyfood) melalui salah satu kanal media sosial miliknya. Dan, aku pun sudah nyobain buat makanan ini. Rasanya gurih, lezat, dan cukup mengenyangkan. Dapat disajikan sebagai lauk untuk pelengkap nasi, ataupun dimakan sendiri sebagai cemilan.

Comments

Popular posts from this blog

Pelukan yang Tak Selesai [Cerbung]

Ilustrasi oleh AI Halo sahabat pembaca, terima kasih ya telah setia mampir dan membaca setiap karya kami. Salam hangat dari aku Cendekia Alazzam dan beberapa nama pena yang pernah aku kenakan 😁🙏. 

Cinta, Pengabdian, dan Jejak yang Abadi

  Gambar dibuat oleh AI. Halo, sahabat pembaca. Salam kenal, aku Cendekia Alazzam. Aku hendak menulis cerita bersambung, kurang lebih ada 10 bab. Dengan judul besar "Cinta, Pengabdian, dan Jejak yang Abadi". Bergenre Fiksi Realis, Drama Keluarga, dan Romance.

Anak itu Arfan Namanya!

  Menjelang maghrib ia sudah berada di masjid Berpakaian lengkap dengan peci hitam di kepalanya Senyumnya merekah, manis dipandang  Arfan, itulah namanya saat kutanya Sekolah di taman kanak-kanak Usianya lima tahun Wajahnya periang, kalau ngomong lancar dan jelas Baca: Kisah Burung Pipit yang Bertasbih Setiap Hari, Lalu Terdiam Waktu kutanya ia, mengapa rajin pergi ke masjid Arfan bilang, supaya Allah sayang Agar apa yang kita minta sama Allah, lekas diberikan "Begitu kata Bunda," ujar Arfan Allah yang sudah memberikan kedua tangan, mata, telinga, dan anggota badan semua Allah juga yang sudah kasih Ayah dan Bunda rezeki Jadi, kita harus rajin ibadah Demikian tutur anak kecil itu Bogor, 2023 Baca: Di Penghujung Mei  

Selamat Ulang Tahun Sahabat Kecil

Selamat ulang tahun kecilku. Dokpri©2025. Ist

Tiga Puluh Jam Bersama Habibana

Kenangan Habibana dan Abah serta rombongan. Foto Pecandu Sastra. Dokpri   Jum'at itu menjadi pembuka perjalanan yang mengesankan. Nabastala biru menghampar semesta sore, perlahan mulai memudar. Segera usai berdzikir aku telah bersiap menemani Abah dan jamaah memenuhi undangan majelis peringatan Isra' Mi'raj di salah satu desa di bagian Bogor Timur. Abah, demikian aku memanggil laki-laki yang tengah berusia 50 tahun itu. Seorang pendakwah yang begitu istiqomah, gigih, penyabar, dan sangat mencintai ilmu. Beberapa bulan belakang, aku kerap menemani beliau berdakwah di desa tersebut, sepekan sekali. Tak peduli gerimis, hujan, dingin, ataupun panasnya cuaca, lelah setelah beraktivitas sekalipun, beliau terus istiqomah tanpa absen. Kecuali uzur yang mendesak. Hal tersebut yang menjadi salah satu yang aku kagumi dari sosok Abah. Sore itu, rombongan dijadwalkan berangkat sebelum maghrib. Dikarenakan perjalanan yang cukup memakan waktu, apalagi hari kerja, jam-jam segitu adalah pu...