Skip to main content

Zakat, Covid-19, dan Teriakan Kaum Papa

LazisNU Jateng. Ist



Oleh : Miftahus Surur, M.Si
Wakil Ketua PW LazizNU Provinsi Lampung

Sumber : WhatsApp Grub



Kurang lebih empat bulan Covid-19 melanda negeri ini. Dampaknya pun kian terasa; perekonomian mulai surut, pelayanan publik tampak carut-marut, dan berbagai kegiatan sosial pun terlihat kalang-kabut. 

Masyarakat kota yang mulai kehilangan asupan penghasilan pun mulai terlihat pulang ke desa. Sementara masyarakat desa pun mulai limbung karena tidak mudah menjual hasil panen mereka. Kini, bukan hanya Indonesia, dunia pun ramai-ramai berkeluh kesah.

Dari sekian banyak pihak yang berteriak, terdapat satu golongan yang sangat merasakan dampak dari deraan Covid-19 ini, yaitu mereka yang berada pada garis kemiskinan atau dibawah itu. Jika biasanya mereka harus bekerja untuk mencari penghidupan, kini untuk sekedar bekerja pun sulit dikarenakan lapangan kerjanya semakin menyusut. 

Di kota-kota besar, para buruh atau pekerja serabutan lain yang berpenghasilan pas-pasan mulai merasakan kecemasan akibat potensi hilangnya _income_. Lalu di pedesaan, tidak sedikit para petani gurem yang bingung menyiasati penjualan hasil panen ketika para pembelinyapun tidak dapat diprediksi. 

Belum lagi ditambah dengan adanya kenyataan bahwa para tengkulak yang enggan mengambil barang dagangan karena khawatir dan takut terserang Covid-19 jika harus keluar rumah.

Di tengah-tengah situasi serba galau seperti ini mulai muncul seruan-seruan di berbagai media agar kita dapat saling bantu membantu meringankan beban saudara se tanah air. Dimana-mana berhembus optimisme, semangat, dan harmoni. Bencana atau wabah yang melanda ini tak perlu pula digugat, juga tak perlu ada kemarahan. Tokh kita semua sadar bahwa keadaan seperti ini tak dapat ditolak. 

Yang paling penting untuk saat ini adalah membangun kebersamaan – sampai titik darah penghabisan – untuk saling peluk dan memberikan apa yang kita miliki untuk meringankan beban sesama.

Dalam konteks ini, Islam memiliki perangkat yang sangat ampuh, yaitu zakat. Salah satu pilar Islam ini tampaknya harus diposisikan pada ranah itu, yaitu ranah pembantuan dan kebersamaan. 

Petuah bahwa “didalam harta kita terdapat hak orang lain” tak tepat lagi di pajang di buku-buku khutbah, melainkan harus dimunculkan dalam laku keseharian. Zakat dan juga infaq serta shadaqah sudah pada gilirannya mengambil peran membebaskan yang lemah dan mengangkat yang sedang lunglai. 

Ragam kajian dan hasil penelitian tentang zakat di Indonesia selalu memaparkan sisi yang menggembirakan bahwa potensi zakat kita mampu menembus angka 200 trilyun per tahun. Ah, tampaknya terlalu indah gambaran itu. Tak usahlah terlalu jauh. Cukup kita galang keyakinan bahwa harta yang kita miliki tidak akan membawa berkah jika ditumpuk, dimakan dan dinikmati sendiri. 

Seperti orang yang sedang bersantap, kebersamaan di meja makan akan selalu lebih indah dan memuaskan tinimbang menyuapkan nasi ke mulut sendiri tanpa ada yang menemani.

Itulah hakikat zakat. Rukun Islam yang satu ini tampak dengan sengaja diluncurkan oleh Allah swt untuk menjadi katup penyelamat bagi masyarakat sekaligus mengikis sikap “pleonoxia”, yaitu suatu penyakit kejiwaan yang membuat seseorang selalu ingin lebih dan lebih lagi. 

Kita harus menjatuhkan diri pada posisi sebagai ‘kaum papa, kaum tak berpunya’, sehingga dengan itu kita tidak lagi memantik rasa sayang yang berlebihan terhadap benda-benda duniawi yang kita miliki.

Ayo tunaikan zakatmu kawan! Jangan biarkan harta yang kita tumpuk akan menggerogoti dan melenyapkan rahmat Allah swt. Bukankah kita semua mengerti bahwa yang terpenting dari adanya harta bukan pada banyaknya, melainkan pada keberkahannya? 

Dan ingatkah kita bahwa ibadah pribadi (individual) seberapapun hebatnya tidak akan membuat Allah swt tercengang? Justru sebaliknya, Allah swt akan melimpahkan kasih-sayang-Nya sejauh kita juga menghamparkan kasih sayang kita untuk sesama. 

Sesaat lagi memasuki bulan Ramadhan, kawan. Jangan biarkan saudara kita, kawan kita, atau tetangga kita larut dalam kesedihan, ratap, dan hanya mampu menatap jajanan serta lauk-pauk yang dipajang di pinggir pasar, sementara kita begitu asyik menumpuk ragam menu makanan di atas meja sebagai santapan sahur dan berbuka. Jadikan zakatmu sebagai kebahagiaan dan senyum saudaramu!!


Comments

Popular posts from this blog

Untuk Pejuang Finansial dan Penuntut Ilmu

  Foto oleh Mujahit Dakwah Ada ungkapan menarik dari Imam Syu'bah, "من طلب الحديث أفلس" "Barangsiapa menuntut ilmu hadits, maka ia akan jatuh bangkrut." Sungguh, apa yang beliau sampaikan tidaklah berlebihan. Bagi orang yang belum menyelami bagaimana pengorbanan para ulama dahulu dalam belajar dan menuntut ilmu, ungkapan ini pasti terdengar asing dan mengherankan. Bagaimana tidak, jikalau Imam Malik sampai rela menjual atap rumahnya untuk keperluan menuntut ilmu. Imam Syu'bah menjual bak mandi ibunya. Imam Abu Hatim menjual pakaiannya satu per satu sehingga yang tersisa hanya pakaian yang melekat di badannya. Dan, Imam Ahmad sampai rela safar tanpa alas kaki karena menggadaikan sandalnya sebagai bekal perjuangan menuntut ilmu. Ketahuilah, mereka mengorbankan benda-benda itu karena hanya itulah yang mereka miliki. [ Diceritakan dengan sanadnya oleh syeikh Abdul Fattah Abu Ghuddah dalam kitab masyhur beliau, (صفحات من صبر العلماء) ] Imam Yahya bin Ma'in pe...

Anak itu Arfan Namanya!

  Menjelang maghrib ia sudah berada di masjid Berpakaian lengkap dengan peci hitam di kepalanya Senyumnya merekah, manis dipandang  Arfan, itulah namanya saat kutanya Sekolah di taman kanak-kanak Usianya lima tahun Wajahnya periang, kalau ngomong lancar dan jelas Baca: Kisah Burung Pipit yang Bertasbih Setiap Hari, Lalu Terdiam Waktu kutanya ia, mengapa rajin pergi ke masjid Arfan bilang, supaya Allah sayang Agar apa yang kita minta sama Allah, lekas diberikan "Begitu kata Bunda," ujar Arfan Allah yang sudah memberikan kedua tangan, mata, telinga, dan anggota badan semua Allah juga yang sudah kasih Ayah dan Bunda rezeki Jadi, kita harus rajin ibadah Demikian tutur anak kecil itu Bogor, 2023 Baca: Di Penghujung Mei  

Melihat Lebih Dekat, Masjid Mewah di RS Harapan Bunda Lampung

Tampak dalam ruangan masjid RS Harapan Bunda. Dokpri/Pecandu Sastra.   Salah satu sarana penunjang aktivitas ibadah  kaum muslim adalah tersedianya tempat ibadah yang nyaman, aman, bersih, dan terbebas dari najis. Meski setiap hamparan bumi adalah masjid - tempat bersujud kepada Allah (kecuali kuburan dan kamar mandi atau toilet). Sujud dapat dilakukan di mana saja, di setiap jengkal bumi yang kita pijak, selama tempat tersebut suci dan bersih.