Skip to main content

Rayakan Saja Dengan Gembira, Jangan Berlebihan Nanti Kembali Sakit!

Kampanye Pemilu (Ilustrasi). Freepic.  Ist


Perhelatan akbar pesta demokrasi lima tahunan akan segera tiba, tak terasa kurang dari dua pekan kita akan rayakan bersama puncak pemilihan umum (pemilu) tahun 2024 - secara serentak di seluruh Indonesia. Sudah siapkah kita menyalurkan suara? Jangan sampai kita termasuk kaum putih di pemilu, karena putihnya tidaklah suci.


Mendekati hajat akbar, marilah kita saling introspeksi diri. Tidaklah baik terus-menerus memendam emosi, saling caci maki, apalagi menaruh benci. Karena hal itu sangat tidak baik bagi hati. Ingatlah, pesta demokrasi ini adalah sebuah kebebasan bagi kita dalam menyuarakan hak. Namun, jangan sampai kita menjadi korban dari pada hajat mereka yang akan menjadi penguasa.


Berbeda pandangan politik dan pilihan itu adalah hal yang lumrah. Yang paling penting, jangan sampai kita terpecah belah - apalagi sampai menuai pertikaian. Belajar dari yang lalu, setelah pemilu usai, maka perjalanan ini pun selesai (bagi kita yang tidak punya kepentingan di dalamnya). Kita akan terus melanjutkan perjalanan hidup kita; karir, persaudaraan, persahabatan, kekeluargaan, percintaan, dan lainnya.


Silakan banggakan calon-calon kalian, sanjung -  puji kandidat yang kalian dukung, namun jangan berlebihan. Ingat, sesuatu yang berlebihan akan berdampak pada keburukan.



Ada salah satu sahabat berkata kepada saya, di tahun 2019 ia begitu luar biasa mendukung salah satu kandidat calon presiden. Ia sanjung-sanjung, puji dengan penuh cinta. Siapa saja yang berkata buruk tentang calon yang ia dukung, maka  tidak segan ia lawan dengan kemarahan dan kebencian. Saking cinta dan sukanya pada si calon, membuat dirinya dibutakan oleh fakta dan kebenaran.  Dirinya dibuat fanatik terhadap sang calon.


Sejak keberpihakannya dalam mendukung salah satu calon pemimpin negara, ikatan dan hubungan baik kepada teman, saudara, tetangga, maupun keluarga kian renggang. Tidak sedikit api kemarahan menjadi penyebabnya. 


Ia selalu terpancing taat kala anggota keluarga maupun orang lain yang berbeda pilihan dengannya - menjelekkan calon yang ia dukung, dan membangga-banggakan calon lainnya. Bahkan, dalam keluarga ia dan anggota keluarganya menjadi tidak akur, karena berbeda pilihan.



Ikatan keluarga dan persahabatan dengan yang lain menjadi rusak karena saling ngotot mengunggulkan calon masing-masing, hingga pada akhirnya menyisakan sakit pada hati.  Tidak berani mengaku salah, ego makin tinggi - dan pada akhirnya enggan untuk memulai tegur sapa setelah pemilu usai. Apa yang terjadi ini, sering pula terjadi pada kita.


Kawan, mari kita rayakan pemilu ini dengan riang gembira. Suarakan hak pilih kita dengan hati nurani dari bilik pemilu di tempat pemungutan suara (TPS) tempat di mana kita terdaftar. Yang paling penting adalah jangan sampai kita termasuk golongan putih (golput), karena satu suara akan sangat berharga. 



Saling jaga ucapan dan sikap, tidak perlu saling ngotot dan berlebihan memuji calon yang kita usung. Sampaikan saja program, visi-misi calon dengan baik dan damai, jangan memaksakan kehendak agar orang lain ikut dalam barisan pilihan kita. Hindari perdebatan yang dapat mengakibatkan perselisihan dan pertikaian, karena jika hati sudah sakit, maka akan sulit untuk disembuhkan. Mereka yang jadi akan berkuasa, sedangkan kita tinggallah hati yang terluka. 


Butuh waktu untuk pulih, butuh mental dan keberanian untuk kembali memulai hubungan, bertegur sapa, dan mengakrabkan diri. Dan, tentunya malu sama Tuhan - karena berbeda pilihan kita mati-matian melakukan pembelaan.


NB: Tulisan ini sebelumnya dipublikasikan melalui platform Kompasiana pada Februari 2024 lalu. 

Comments

Popular posts from this blog

Untuk Pejuang Finansial dan Penuntut Ilmu

  Foto oleh Mujahit Dakwah Ada ungkapan menarik dari Imam Syu'bah, "من طلب الحديث أفلس" "Barangsiapa menuntut ilmu hadits, maka ia akan jatuh bangkrut." Sungguh, apa yang beliau sampaikan tidaklah berlebihan. Bagi orang yang belum menyelami bagaimana pengorbanan para ulama dahulu dalam belajar dan menuntut ilmu, ungkapan ini pasti terdengar asing dan mengherankan. Bagaimana tidak, jikalau Imam Malik sampai rela menjual atap rumahnya untuk keperluan menuntut ilmu. Imam Syu'bah menjual bak mandi ibunya. Imam Abu Hatim menjual pakaiannya satu per satu sehingga yang tersisa hanya pakaian yang melekat di badannya. Dan, Imam Ahmad sampai rela safar tanpa alas kaki karena menggadaikan sandalnya sebagai bekal perjuangan menuntut ilmu. Ketahuilah, mereka mengorbankan benda-benda itu karena hanya itulah yang mereka miliki. [ Diceritakan dengan sanadnya oleh syeikh Abdul Fattah Abu Ghuddah dalam kitab masyhur beliau, (صفحات من صبر العلماء) ] Imam Yahya bin Ma'in pe...

Anak itu Arfan Namanya!

  Menjelang maghrib ia sudah berada di masjid Berpakaian lengkap dengan peci hitam di kepalanya Senyumnya merekah, manis dipandang  Arfan, itulah namanya saat kutanya Sekolah di taman kanak-kanak Usianya lima tahun Wajahnya periang, kalau ngomong lancar dan jelas Baca: Kisah Burung Pipit yang Bertasbih Setiap Hari, Lalu Terdiam Waktu kutanya ia, mengapa rajin pergi ke masjid Arfan bilang, supaya Allah sayang Agar apa yang kita minta sama Allah, lekas diberikan "Begitu kata Bunda," ujar Arfan Allah yang sudah memberikan kedua tangan, mata, telinga, dan anggota badan semua Allah juga yang sudah kasih Ayah dan Bunda rezeki Jadi, kita harus rajin ibadah Demikian tutur anak kecil itu Bogor, 2023 Baca: Di Penghujung Mei  

Melihat Lebih Dekat, Masjid Mewah di RS Harapan Bunda Lampung

Tampak dalam ruangan masjid RS Harapan Bunda. Dokpri/Pecandu Sastra.   Salah satu sarana penunjang aktivitas ibadah  kaum muslim adalah tersedianya tempat ibadah yang nyaman, aman, bersih, dan terbebas dari najis. Meski setiap hamparan bumi adalah masjid - tempat bersujud kepada Allah (kecuali kuburan dan kamar mandi atau toilet). Sujud dapat dilakukan di mana saja, di setiap jengkal bumi yang kita pijak, selama tempat tersebut suci dan bersih.