Skip to main content

Filosofi Sepeda Untuk Hidup yang Lebih Bermakna

Seorang anak sedang mengendarai sepeda (Sumber: Pexels/Jessica Lewis)


Oleh: Cendekia Alazzam 


       Seiring berkembangnya zaman, sepeda tidak hanya sekadar menjadi alat transportasi bagi banyak orang, kini ia pun hadir menjadi media olahraga bagi sebagian orang yang gemar berolahraga.  Selain jogging dan berlari, bersepeda menjadi  olahraga favorit yang praktis dan mudah belakangan ini. Dengan turut berkembangnya desain sepeda yang semakin keren dan fungsional, terlebih lagi saat ini pemerintah di beberapa kota sudah menyediakan beberapa titik jalur khusus sepeda sehingga menciptakan rasa yamg semakin aman dan nyaman ketika bersepeda.


Berbicara tentang sepeda, ada banyak filosofi tentangnya yang sangat relevan bagi kehidupan. Beberapa poinnya akan kita bahas melalui tulisan singkat ini, semoga sahabat pembaca dapat mengambil hikmahnya dan diterapkan dalam kehidupan.


Dari sepeda kita seakan diajarkan untuk bergerak dan terus bergerak. Ketika sepeda diam tanpa ada senderan atau penyangga, maka ia akan terjatuh. Sama halnya dengan kita yang harus terus bergerak untuk menopang laju kehidupan. Adapun senderan atau penyangga kita ialah keimanan dan ketaqwaan, jika kedua hal tersebut tidak kita miliki, maka hidup kita akan hancur dan berantakan. Saat itulah kita akan terjatuh - terjerumus ke lubang permasalahan dan kubang dosa. Dari sepeda kita diingatkan untuk terus bergerak menuju kebaikan.


Baca juga: "Qasidah Burdah: Bukan Sekadar Puisi, Tapi Penyembuh Hati"


Kedua, sepeda selalu bergerak maju, bukan mundur. Pembaca mungkin pernah mengayuh sepeda ke belakang, kira-kira apa yang sahabat pembaca rasakan? Sudah barang tentu tidak ada perubahan gaya atau perpindahan gerak pada sepeda? Ya, demikian lah yang terjadi, karena sepeda tidak pernah berjalan mundur, kecuali dibantu dengan dorongan kita. Begitu pun sejatinya kehidupan, ia terus bergerak ke depan mengikuti perkembangan - tidak peduli seberapa banyak waktu kau habiskan, ia tidak akan pernah bisa kembali ke belakang. Jadi, seburuk apapun masa lalu yang kita lalui, ia ada di bagian belakang kisah, sebab masa depan masih bisa dirangkai dengan perbaikan demi perbaikan.


Yang kita butuhkan adalah introspeksi diri dan belajar dari masa lalu, bukan kembali ke masa lalu untuk memperbaiki diri. Sebab, sudah bukan lagi masanya, karena waktu tidak akan pernah bisa diputar ulang. Karena itulah jika kita mengayuh sepeda ke belakang, rantainya hanya akan bergerak di tempat, sedangkan bannya tidak. Itu menandakan bahwa masa lalu hanya bisa dilirik dan ambil hikmah, namun bukan berarti untuk ditangisi dan disesali.


Ketiga, untuk dapat menggunakan sepeda dengan baik, maka beban pada sepeda harus seimbang. Begitu pun dengan hidup kita, agar berjalan baik, maka harus seimbang pula antara kebutuhan jasmani dan rohaninya. Persiapan duniawi dan akhirat harus seimbang, tidak boleh berat sebelah, karena kita butuh keduanya. Dunia kita butuh, karena kita tinggal di dunia, sedangkan akhirat kita juga butuhkan sebagai bekal kita di kehidupan selanjutnya. Ini juga mengingatkan kita bahwa antara karir, percintaan, persahabatan, dan keluarga juga harus seimbang - terbagi waktunya dengan baik, sebab kita membutuhkan dukungan dari semuanya pula. 


Baca juga: "Aku Lelakimu Setia Menunggumu: Puisi-Puisi Yang Menyembuhkan Luka dan Menemani Cinta"


Lalu, dari sepeda kita belajar, meski terus di tempa perubahan zaman, sepeda tetap konsisten memberi kemaslahatan (manfaat) bagi penggunanya. Semakin beragamnya transportasi di dunia, sepeda tetap pilihan terbaik. Tidak menimbulkan polusi, ramah lingkungan, bahkan memberi kebugaran pada penggunanya. Oleh karenanya, kita harus menjadi manusia yang terus membawa kebaikan, yang kehadirannya selalu di rindukan di tengah keramaian. Tidak menjadi hama yang menimbulkan kekacauan dan perpecahan.


Demikian filosofi sepeda yang bisa menjadi pelajaran bagi kita, di mana pun kita menemukan hikmah, maka pungut lah. Sebab hikmah adalah barang yang hilang. 


Note: Tulisan ini pertama kali dipublikasikan di Kompasiana dengan judul sama.


Comments

Popular posts from this blog

Untuk Pejuang Finansial dan Penuntut Ilmu

  Foto oleh Mujahit Dakwah Ada ungkapan menarik dari Imam Syu'bah, "من طلب الحديث أفلس" "Barangsiapa menuntut ilmu hadits, maka ia akan jatuh bangkrut." Sungguh, apa yang beliau sampaikan tidaklah berlebihan. Bagi orang yang belum menyelami bagaimana pengorbanan para ulama dahulu dalam belajar dan menuntut ilmu, ungkapan ini pasti terdengar asing dan mengherankan. Bagaimana tidak, jikalau Imam Malik sampai rela menjual atap rumahnya untuk keperluan menuntut ilmu. Imam Syu'bah menjual bak mandi ibunya. Imam Abu Hatim menjual pakaiannya satu per satu sehingga yang tersisa hanya pakaian yang melekat di badannya. Dan, Imam Ahmad sampai rela safar tanpa alas kaki karena menggadaikan sandalnya sebagai bekal perjuangan menuntut ilmu. Ketahuilah, mereka mengorbankan benda-benda itu karena hanya itulah yang mereka miliki. [ Diceritakan dengan sanadnya oleh syeikh Abdul Fattah Abu Ghuddah dalam kitab masyhur beliau, (صفحات من صبر العلماء) ] Imam Yahya bin Ma'in pe...

Anak itu Arfan Namanya!

  Menjelang maghrib ia sudah berada di masjid Berpakaian lengkap dengan peci hitam di kepalanya Senyumnya merekah, manis dipandang  Arfan, itulah namanya saat kutanya Sekolah di taman kanak-kanak Usianya lima tahun Wajahnya periang, kalau ngomong lancar dan jelas Baca: Kisah Burung Pipit yang Bertasbih Setiap Hari, Lalu Terdiam Waktu kutanya ia, mengapa rajin pergi ke masjid Arfan bilang, supaya Allah sayang Agar apa yang kita minta sama Allah, lekas diberikan "Begitu kata Bunda," ujar Arfan Allah yang sudah memberikan kedua tangan, mata, telinga, dan anggota badan semua Allah juga yang sudah kasih Ayah dan Bunda rezeki Jadi, kita harus rajin ibadah Demikian tutur anak kecil itu Bogor, 2023 Baca: Di Penghujung Mei  

Melihat Lebih Dekat, Masjid Mewah di RS Harapan Bunda Lampung

Tampak dalam ruangan masjid RS Harapan Bunda. Dokpri/Pecandu Sastra.   Salah satu sarana penunjang aktivitas ibadah  kaum muslim adalah tersedianya tempat ibadah yang nyaman, aman, bersih, dan terbebas dari najis. Meski setiap hamparan bumi adalah masjid - tempat bersujud kepada Allah (kecuali kuburan dan kamar mandi atau toilet). Sujud dapat dilakukan di mana saja, di setiap jengkal bumi yang kita pijak, selama tempat tersebut suci dan bersih.