![]() |
Mengelola uang transport agar tidak boncos. Ilustrasi oleh Kompas. |
Delapan bulan terakhir aku menjalani hari-hari sebagai pekerja lapangan. Tugas utamaku adalah mendata aset negara. Tapi di lapangan, realitas seringkali tak semulus target kerja. Mobilitas tinggi, penempatan yang tak pasti, dan medan yang bervariasi membuat pekerjaan ini lebih mirip bertarung dengan kenyataan - terutama kenyataan dompet.
Setiap hari, aku berpindah dari satu kampung ke kampung lain. Hari ini di ujung utara, besok bisa jadi di selatan. Angkutan umum? Hampir mustahil. Selain waktu yang tidak fleksibel, trayek angkutan pun terbatas hanya di jalan besar. Mau tak mau, kendaraan pribadi menjadi andalan. Tapi, di sinilah tantangannya muncul: bagaimana caranya agar uang transport tetap aman, tidak bocor di tengah jalan, dan cukup sampai akhir bulan?
Berikut tiga strategi sederhana namun signifikan yang aku lakukan untuk menjaga dompet tetap waras sebagai pekerja lapangan:
1. Bawa Bekal, Bawa Kendali
Kebiasaan paling efektif yang aku terapkan adalah membawa bekal dari rumah. Kedengarannya sepele, tapi dampaknya luar biasa. Selain lebih hemat, membawa bekal juga membuatku lebih sehat. Aku bisa mengontrol makanan yang masuk, dan menghindari konsumsi berlebihan dari jajanan atau minuman manis yang sering bikin boros (dan sakit perut).
Tak lupa, aku juga membawa tumbler berisi air putih. Selain mengurangi jajan minuman kemasan, ini membantuku menghemat pengeluaran kecil yang sering tak terasa. Kalau dihitung-hitung, uang jajan minuman itu bisa jadi setara dengan dua kali isi bensin!
Baca juga: Hujan di Mataku [Cerbung] PTS
2. Pisahkan Pos Uang Transport
Begitu gaji cair, aku langsung pecah ke beberapa pos. Dan pos transport selalu jadi prioritas utama. Aku pisahkan untuk dua hal: bensin dan servis rutin. Karena motor adalah “kaki” yang membawaku ke mana pun, ia harus dirawat.
Menyisihkan dana khusus untuk servis motor membuatku tenang. Tak perlu panik saat tiba-tiba harus ganti oli, rem, atau ban. Kalau bulan ini tidak terpakai? Lumayan bisa disimpan untuk bulan depan atau keperluan mendadak lainnya. Intinya: jangan tunda perawatan, karena biaya darurat biasanya lebih mahal.
3. Puasa Mata, Perkuat Niat
Godaan terbesar di jalan bukan cuma cuaca atau macet, tapi diskon makanan online dan jajanan yang menggoda iman. Maka, aku melatih diri untuk “puasa mata”. Aku selalu ingat: aku kerja bukan buat gaya, tapi buat bertahan, berkembang, dan bertanggung jawab.
Belajar mengelola pengeluaran harian itu soal kesadaran. Kita tak harus jadi ahli keuangan untuk tahu mana kebutuhan dan mana keinginan. Yang penting, punya kendali. Karena pengeluaran kecil yang tak terkendali bisa jadi lubang besar yang menggerogoti tabungan.
Baca juga: Menyibak Tabir Cinta, Dendam, dan Budaya Jawa Dalam Film Gowok
Uang Hari Ini, Bahan Bakar Esok Hari
Satu hal yang selalu kupegang:
“Kalau bukan kita yang menjaga dompet kita, siapa lagi? Karena uang yang kita bawa hari ini adalah bahan bakar untuk perjalanan esok hari.”
Tantangan pekerja lapangan memang unik: mobilitas tinggi, pengeluaran tidak menentu, dan kadang gaji hanya terasa numpang lewat. Tapi, dengan siasat sederhana dan disiplin yang konsisten, kita bisa tetap melaju tanpa harus keboncosan.
Karena pada akhirnya, mengelola uang bukan soal seberapa banyak yang kita punya - tapi seberapa bijak kita menjaganya agar tetap cukup untuk hari ini dan hari esok.
Jika kamu suka tulisan ini, boleh bantu sebar ke sesama pekerja lapangan atau siapa pun yang sedang berjuang menata keuangan harian. Siapa tahu bermanfaat.
Baca juga: Rindu di Antara Mawar
Comments
Post a Comment