Subuh Berlabuh

Oleh : Arfa Arkana Eounoia


Ilustrasi | IST


     Berbeda dengan hari kemarin yang sudah biasa terlewati olehku. Tak biasanya usai melakukan sholat berjamaah subuh ada panggilan begini. Entah apa gerangan tiba-tiba saja semua warga pesantren dipanggil untuk segera menuju pusat suara. Suara itu berasal dari masjid Baitul Makmur, yang merupakan pusat utama pesantren.

 Sengajaku lama-lama dan mengulur waktu, sebab yang dipanggil bukanlah aku. Namun tidak lama kemudian namaku terdengar juga oleh suara itu. Aku yang tak biasa di panggil seperti ini, seketika merasa kaget dan gugup. Kucoba mengingat-ingat kembali, siapa tahu ada suatu kesalahan yang dilakukan, namun nyatanya tidak.

 Semakin penasaran dan membuat bertanya-tanya.Awalnya aku menolak untuk memenuhi panggil itu, sebab lantaran malas untuk mengganti pakaian kembali. Akhirnya aku sengaja untuk mencari sebuah alasan dengan mondar-mandir di kamar mandi. Ya memang awalnya aku berniat untuk mandi agar badan bisa lebih segar.

Aku kira dengan cara itu aku tidak akan dipanggil lagi, namun ternyata salah.Teleponku berdering berkali-kali, namun tidak aku hiraukan sebab lagi malas untuk melayani penelpon dipagi hari. Paling juga orang nyasar yang menelpon atau mungkin penggemar rahasiaku. Jadi aku biarkan saja sampai si penelpon kapok. Dan masalah telrponpun usai, saat nya aku melanjutkan aktivitas yang tadinya tersendat alias tidak jadi dilakukan.

 Baru saja ku melangkahkan kaki menuju pintu kamar mandi. Secara seketika aku terkagetkan oleh suara yang tidak lagi asing bagiku. Suaru itu berasal dari lantai dasar asrama.

"Mas.Mas Disi," ujar suara itu.

Suara itu tetap saja bersikeras terus memanggil-manggil namaku, namun sedikitpun tidak aku hiraukan. Aku tahu itu suara siapa dan dengan alasan apa dia memanggilku. Namun aku juga merasa kasihan jika terus mengumpat seperti ini dan dengan alasan yang kurang baik. Its oke baiklah biarkan aku yang mengalah. Untuk memenuhi panggil itu akupun beranjak dari tempat persembunyian. Kuambil peci dan sebuah jaket berwarna biru, lalu kukenakan. Kakiku pun mulai melangkah perlahan menuju masjid.Dimasjid sudah ramai, terlihat semua warga memenuhi ruang masjid. 

Dengan rasa gugup aku mulai berani melangkahkan kaki memasuki beranda masjid, Bismillah.


"Ada apa gerangan ini," gumamku.


"Dari mana saja kau ini," ujar Abah.


"Tadi masih di kamar mandi bah," jawabku.


Aku yang tidak tahu menahu sebab apa semua dikumpulkan di masjid, perlahan menyimak kata demi kata yang di lontarkan sang pemimpin rapat itu. Dan ternyata ini meyangkut masalah santri beberapa hari yang lalu. Its oke aku rasa tidak ada masalahku disini dan aku yakin sebab dipanggil nya diriku yakni sebagai saksi sekaligus penasehat, sebab aku adalah pembina disalah satu kamar.

Memang beberapa hari lalu ada beberapa santri yang bermasalah, mereka kabur tanpa pamitan dengan pihak pesantren. Alhasil semuanya dikumpulkan dan disidang pagi ini.

Beberapa santri tersebut, yang memang sedang bermasalah merupakan santri binaan kamarku. Ohya aku mengerti sekarang sebab apa aku pagi ini diikutkan dalam persidangan. Aku kira masalah ini selesai kemarin dan ternyata tidak. Jadi puncak penyelesaian masalahnya pada hari ini. 

Menit demi menit berlalu, satu persatu santri mengakui kesalahan dan menuturkan sebab apa masalah terjadi. Dan ternyata itu semua sebab beberapa barang milik mereka yang hilang dan juga makanan yang diambil oleh beberapa oknum yang sampai sekarang belum ketahuan juga batang hidung nya. 

Dan itupun kesalahan mereka sebab tidak menitipkan barang-barang berharga kepada pembina asrama, sedangkan peraturan sudah menetapkan dan semua juga menyepakati agar segala apapun yang berharga milik santri untuk dititipkan kepada pembina asrama, terlecuali makanan, pakaian, dan buku.Jadi pagi ke khawatiranku pagi ini terjawab sudah. Bukan sebab sebuah masalah yang aku perbuat atapun ada masalah baru.Hanya saja semua diberi nasihat oleh pimpinan pesantren agar lebih hati-hati, disiplin waktu dan menaati peraturan yang telah disepakati.

"Hakikatnya semua kembali pada diri pribadi masing-masing. Agar tidak ada lagi kejadian terulang. Kedepan agar lebih hati-hati dan lebih ditingkatkan lagi komunikasi antar pembina dan yang dibina."Jadi semua selesai dan tak ada suatu masalah ataupun dusta diantara kita.
-------------------------------------------------------------------*Penulis merupakan penggiat literasi dan anggota Komunitas Penulis Sastra Indonesia (KOPSI).Penulis dapaf dihubungi via ;Instagram : @DisisikuDisisimuTwitter   : @Netrahyahimsa

No comments

Bagian 1 - Tiga Puluh Jam Bersama Habibana

1/ Nabastala biru kian memudar, merah, jingga, orange, menggantikan peran memadati pemandangan senja yang kian tenggelam. Segera, usai berd...

Powered by Blogger.