Miskomunikasi

Oleh : Alfa Arkana Eounoia


Ilustrasi.  Ist | Dokumentasi Pribadi
      


       Tiba-tiba saja  kamis pagi Bu Tahmid memanggilku.  Belum  sempat aku menginjakkan kaki diatas teras kantor,  bu Tahmid segera menghampiriku.  Ia bilang bahwa ada sesuatu yang harus ia katakan kepadaku segera.  Pagi itu aku ada jam mengajar disekolah,  sebagaimana biasanya sebelum masuk kelas aku menyempatkan untuk duduk dikantor beberapa menit guna membaca dan mengulang kembali materi yang akan aku ajarkan pada anak-anak dikelas.  Agar lebih matang dan menguasai materi.  Namun tidak untuk hari ini,  sebab sebelum memasuki kantor  tiba-tiba saja bu Tahmid mencegatku. 

"Mas Noia.  Bisakah kita berbicara sebentar. Ini penting mas! " ujar Bu Tahmid menyapaku didepan kantor. 

"Baik bu.  Ada masalah apa ya bu,  pagi-pagi begini?"   jawabku sembari memasuki ruang kantor. 

"Jadi begini mas,  maaf sebelumnya mungkin ini terlalu mendadak.  Sebentar lagi kita akan mengadakan acara besar,   yakni pengajian bulanan yang juga dibarengi dengan wisuda anak-anak yang akan lulus.  Mas bisakan mengajarkan anak-anak nari untuk menyambut para tamu nanti?

"Insha Allah saya siap bu.  Jika benar-benar dibutuhkan tarian ini dalam acara kita nanti".

"Sudah pasti dibutuhkan mas.  Sebab tamu kita adalah orang-orang besar dan terhormat".


"Siap bu.  Saya  siap mengajarkan tarian itu kepada anak-anak.  Nanti kita akan seleksi  terdahulu anak-anak nya".

Sebab rapat dadakan pagi itu,  kegiatan di sekolah diliburkan.  Seluruh siswa-siswi baik yang SMP dan SMK Yayasan ASHD diikut rapatkan.  Guna membahas pembentukan kepanitiaan dan juga pembahasan kegiatan.

Tahun ini adalah tahun awal Yayasan ASHD mengadakan acara besar,  yakni mewisudakan anak-anak yang lulus,  sebab baru tahun ini Yayasan ASHD siswa dan siswi nya lulus.  Sebenarnya untuk kegiatan besar lain sudah sering dilakukan setiap bulannya yakni pengajian rutinan setiap awal bulan.  Namun  tidak sebesar hajat kali ini,  yang diperkirakan Bapak Bupati dan juga pimpinan pusat akan turut hadir.

Aku ditunjuk sebagai koordinator bidang dokumentasi sekaligus merangkap sebagai penanggung jawab pada seni tari.  Untuk tari memang aku cukup paham dibandingkan yang lain di yayasan tersebut,  namun aku belum menguasai sepenuhnya.

Usai menggelar rapat perdana.  Aku langsung menyeleksi siswi-siswi yang mendaftarkan diri sebagai penari.  Ada enam nama yang tertera pada lembaran kertas yang diberikan kepadaku,  diantaranya ada tiga siswi SMP dan tiga siswi SMK.  Sebenarnya aku sudah mengantongi nama siswi-siswi yang  nantinya akan menjadi penari dalam acara itu,  namun sayang nama-nama tersebut sudah memiliki tugas masing-masing yang memang tidak bisa ditinggalkan.  Jadi harus tetap melakukan seleksi guna mencari yang benar-benar siap dan memiliki bakat nari meski hanya sedikit.  Diantara deretan nama-nama pendaftar ada satu nama yang memang sudah ditunjuk untuk menjadi talent paduan suara.  Jadi secara otomatis tinggal  lima nama lagi, yakni; Nisa,  Ana,  Reza,  Nia,  dan Patma.  Kebetulan tarian yang akan dibawakan jumlah penarinya ganjil yakni,  tiga,  lima,  tujuh,  dan atau sembilan.  Maka kita pilih yang lima sehingga tidak melakukan selekai kembali.

Sebab waktu yang diberikan untuk melatih nari hanya tujuh hari sampai hari H.  Maka pada hari itu juga kami langsung melakukan latihan perdana.  Tidak ada yang sulit bagiku untuk mengajarkan kepada mereka.  Sebab mereka bukan dipaksa namun benar-benar atas kemauan dari hati masing-masing.  Jadi sangat mudah untuk mengajarkan gerakan demi gerakan kepada mereka meski masih kaku badan nya sebab masih pemula.

Meski barmodal meniru gerakan yang ditampilkan pada layar komputer ukuran mini. Namun hal itu tidak menyudutkan semangat untuk terus berlatih dan terus berlatih.  Pagi,  siang,  sore,  bahkan malam hari tak henti berlatih agar di hari H bisa menampilkan  yang terbaik.

Hingga sampai pada hari kelima.  Ketika anak-anak didikku dipanggil oleh bu Tahmid menuju kantor.  Sebab ada sesuatu yang harus dibicarakan.  Kebetulan pada hari itu aku agak telat menuju kantor jadi aku tidak ikut dalam pembicaraan itu.

Aku mendapat kabar dari anak-anak bahwa tari nya di cancel alias tidak jadi ditampilkan.  Sontak aku kaget dan bertanya-tanya.  Mengapa harus di cancel dan mengapa secara mendadak seperti ini.  Mengapa tidak dari awal dan tidak ada komunikasi?  Padahal kita telah melakukan latihan  setiap hari bahkan setiap pagi,  siang,  sore,  maupun malam selalu saja latihan.  Tanpa mengenal lelah dan kantuk.

Akupun segera mencari tahu penyabab dibatalkan.  Saat itu Bu Tahmid sedang tidak di lingkungan sekolah sebab masih mendamping anak-anak olahraga meraton.  Jadi aku menghubungi bu Imsa untuk memlertanyakan hal itu.  Sebab bu Imsa juga merupakan salah satu ketua pelaksana kegiatan,  yang juga menginginkan aku untuk mengajarkan nari.

Ternyata masalahnya ada pada persepsi dan pandangan pimpinan yayasan terhadap tari yang akan dibawakan.  Maklum yayasan kami mengusung nuansa yang sangat religius jadi pimpinan yayasan mengira bahwa tari yang akan ditampilkan adalah tari yanv sembarang tari.  Padahal tarian yang dibawakan adalah tarian khas Lampung yang bertujuan untuk menyambut tamu agung dalam acara khusus. Serta pakaian yang dikenakan juga adalah lakaian yang menutup  aurat dan bisa menggunakan hijab.  Apalagi gerakan tarinya tidak aneh serta tidak mengumbar aurat,  hanya gerakan-gerakan yang biasa saja menurutku.  Tapi mengapa ini dipermasalahkan.  Dan yang aneh lagi kita disuruh menari menggunakan lakaian muslim dan tidak diperkenankan untuk berhias.

Sebab kejadian  itu terjadilah perdebatan diantara kami.  Yang sampai saat ini kmbelum menemukan titik terang.  Dan akulun mengambil keputusan untuk membatalkan pentas serta mengundurkan diri menjadi pelatih.  Sebab lelah dan cape dan juga anak-anak didik sudah tidak ingin berlatih lagi.  Sebab merasa lelah dan seolah tidak dihargai.



BERSAMBUNG... 


~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~
Penulis adalah mahasiswa Universitas Terbuka,  juruan Ilmu Komunikasi. Penulis dapat dihubungi di Twitter @netrahyahimsa dan Instagram @DisisikuDisisimu


No comments

Bagian 1 - Tiga Puluh Jam Bersama Habibana

1/ Nabastala biru kian memudar, merah, jingga, orange, menggantikan peran memadati pemandangan senja yang kian tenggelam. Segera, usai berd...

Powered by Blogger.