Alfa! (2)

Lanjutan Novel "Perjalanan, Mimpi, dan Inspirasi" Bab II

; Alfa Arkana Eounoia


Wajah bening dan tenang dengan tatapan mata yang tajam serta senyum yang mampu menentramkan hati. Sebab penasaran oleh anak itu. Hari ini kuhabiskan dengan mengelilingi pesantren, tak banyak yang berubah dari beberapa bulan yang lalu, saat aku ikut hadir dalam forum leadership. Hanya santrinya yang menambah, meski tak sebanyak di kota-kota yang tersebar di pulau Jawa, maklum pesantren ini baru berjalan dua tahun, jadi santri yang mendaftar tak seberapa.
Pertumbuhan tanaman sedekah oksigen juga ikut tumbuh berkembang. Awal kami menaman pohon itu tingginya sekitar 30-40 cm. Tanaman pohon buah nangkadak (Persilangan antara buah nagka dengan campedak) serta mangga yang beberapa bulan lalu aku tanam bersama alumni leadership angkatan 2016 itu, kini bertambah tinggi berkisaran 50-70 cm. Begitu cepatkah waktu berlalu.

Usai berkeliling sekitar pesantren aku istiharat sejenak, bersandar melepas lelah pada anak tangga Masjid Baitul Makmur sembari memotret kegiatan santri. Kebetulan pada hari itu aktivitas sehari-hari diliburkan sebab hari Ahad. Beberapa santri asyik bermain sepak bola di lapangan, cukup bagus pemandangan itu untuk aku dokumentasikan.

Seketika aku sedang memotret, tiba-tiba ada seorang menegurku dari arah belakang. Aku terkejut bukan kepalang, seketika mata melihat ke arah belakang. Anak itu? Gumamku dalam hati. Ya. Seorang anak laki-laki yang tadi siang menyapaku diruang tamu.

“Hey. Sendirian saja?” sapaku sedikit malu.

“Iya kak. Kakak sedang apa disini?”

“Habis keliling mencari sesuatu. Sebab lelah jadi aku istiharat sejenak disini, sembari memotret permainan sepak bola,”

“Mencari sesuatu. Apa itu?”

“Sesuatu yang telah membuat diri ini penasaran, uppzz”

“Apa gerangan? Apakah yang membuat kakak ini begitu penasaran?

“Ah sudah lupakan saja, tidak perlu diungkit”

Bismillah. Semoga saja ia tak lagi merajuk padaku, sebab kejadian tadi. Aku benar-benar tak mendengarkan jika ada yang mengucapkan salam, maklum fokusku tadi hanya pada ponsel.

“Ohya namamu siapa dik,”

“Aku Alfarizi. Kakak sendiri siapa namanya?”

“Aku Noia.”

“Alfa enggak ikut main sepak bola?”

“Entar saja, jika lelah nya telah hilang,”

Begitu senang hati ini bertemu dengan anak itu, yang telah membuat penasaran pada diri. Akhirnya bertemu juga, tanpa harus berkeliling lagi. 
Aku manfaatkan waktu untuk saling mengenal dan bertanya dengan Alfa, meski obrolan kami hanya membahas asal-muasal, latar belakang, dan hobi sampai tujuan utamaku ke pesantren, namun hal itu dapat mempersatukan kami. Begitu akrab antara kami. Meski baru mengenal Alfa, aku rasa dia orang baik an penurut. Dan aku rasa aku menyukai nya.

Sejak itu aku sangat dekat dengan Alfa, meski baru beberapa jam berkenalan aku dan Alfa seperti sahabat yang sudah lama tak jumpa. Alfa merupakan santri baru yang berasal dari Kampung Bengkulu, baru empat bulan menetap di pesantren sebab melanjutkan pendidikan di SMP. Alfa sendiri adalah putra pertama Pak Yezi yang merupakan sahabat dan juga seniorku. 

ᴥᴥᴥᴥᴥᴥ

Usai melaksanakan sholat Azar jama’ah di Masjid Baitul Makmur, aku ditemani Alfa kembali jalan-jalan mengelilingi gedung-gedung pesantren sekaligus mengambil gambar untuk dokumentasi pribadiku. Aku sangat hobi untuk mendokumentasikan segala sesuatu yang aku pandang indah, apapun itu selalu aku dokumentasikan. Tak pernah sedikitpun moment terlewatkan begitu saja olehku. 
Namun setiap kebahagian selalu ada cobaan dan rintangan yang menghadang, ya begitulah pribahasaku dalam menyebutnya. Ada suatu penyakit yang terkadang membuatku kesal, aku sering sekali kehilangan file-file dokumentasiku, terkadang memorinya rusak bahkan terkadang hilang. Tak jarang moment-moment berharga itu bisa aku miliki seutuhnya, yah tapi aku merasa cukup bangga dan terhibur dengan hobiku.

“Fa, kamu suka di foto gak?”

“Suka, tapi tidak terlalu kak. Memangnya kenapa?”

“Aku boleh, ambil gambar kamu?”

“Boleh,”

“Fa, lihat deh sebelah sana,” ujarku sembari menunjukkan kearah mega senja yang jingga.

“SubhanAllah, begitu luar biasa ciptaan Allah.”

“Iya Fa, sebab itu kita harus mensyukuri atas nikmat yang Allah berikan kepda kita,”

“Oke Fa, kamu berdiri disitu ya, biar aku ambil gambarnya.”

“Oke. Siap.”

Tak jarang aku mendapatkan moment seindah langit sore pada senja yang jingga ini, apalagi ditemani seorang telah menghadirkan rasa bahagia dalam diriku. Aku seperti menemukan sayap yang patah ketika aku kelihangan sosok yang amat aku banggakan dahulu.  Terkadang hati menangis ketika mengingat kembali moment bersama sang inspirasiku, tapi sayang semua hanyalah kenangan yang akan selalu terkenang dalam memoriku sampai akhir hayatku.


∆∆∆ B E R S A M B U N G ∆∆∆

No comments

Bagian 1 - Tiga Puluh Jam Bersama Habibana

1/ Nabastala biru kian memudar, merah, jingga, orange, menggantikan peran memadati pemandangan senja yang kian tenggelam. Segera, usai berd...

Powered by Blogger.