Skip to main content

Dari "Raden Kian Santang" Jadi Candu Sholawat

 



Kalian pernah nggak secara tiba-tiba kepingin sesuatu, melakukannya dengan keinginan yang amat begitu besar. Hal itu harus banget terlaksana - sesegera mungkin. 


Hal ini pernah aku alami taat kala menduduki bangku sekolah menengah pertama (SMP) di kelas tiga akhir. Kembali pada tahun 2012 silam, berawal dari sebuah sinetron yang tayang di televisi. 


Sebenarnya, aku nggak seberapa suka menonton televisi, lebih banyak bermain dengan teman sebaya. Apalagi saat itu detik-detik menjelang penilaian akhir ujian nasional (UN). Namun, karena ini serial sejarah yang menceritakan kisah masa lampau dan bercerita tentang kerjaan di Nusantara, tentu saja aku sangat antusias. Aku paling suka sekali membaca, mendengar, atau menyaksikan sesuatu yang membahas hal terkait sejarah kerjaan di Indonesia


Rasa ingin yang muncul di dalam diriku bisa dikategorikan sebagai "ngidam". Hanya saja aku bukan orang yang sedang hamil, juga bukan perempuan. Apalagi diriku masih remaja dan belum menikah. Secara kemauan itu besar dan harus banget dilaksanakan. Rasanya ada yang kurang jika hal itu tidak dilaksanakan.


Sinetron Raden Kian Santang yang merupakan produksi MD Entertainment ini ditayangkan di MNCTV dan pertama tayang pada 28 Mei 2012, pukul 20.30 wib. Musim 1 berlangsung pada Mei 2012 hingga Oktober 2014. Berkisah tentang salah satu putra dari Prabu Siliwangi yang merupakan pemegang tahta kerajaan Padjadjaran. Sinetron ini disutradarai oleh Edi S. Jonatan, Iyon Priyoko, dan Udin Berantai. Dibintangi oleh Alwi Assegaf, Ananda George, Ahmad Ridho, dan beberapa aktris serta aktor lainnya.


Baca: Menyingkap Dunia Malam dari Novel Re dan peRempuan 


Salah satu scene atau adegan yang kala itu aku lihat ialah di mana sosok Raden Kian Santang kecil yang diperankan Alwi Assegaf melantunkan salah satu syair indah yang memuji Baginda Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi Wassalam. Kala itu aku belum mengerti jika syair tersebut merupakan sholawat, yang aku pahami hanyalah lagu-lagu religi. Ya, sesuatu yang berhubungan dengan syair Islami, aku tahunya hanyalah lagu religi.


Syair itu begitu indah dan menyentuh kalbu (hati). Seketika hatiku senang dan merasa tenteram kala mendengar lantunan dari suara merdu si kecil Kian Santang tersebut. Sejak itu aku sering melantunkan syairnya di mana saja bahkan selalu terngiang, aku juga jadi mengidolakan sosok Alwi yang memerankan Kian Santang kecil.


Dari kesukaan yang secara tiba-tiba itulah membawaku pada sebuah pertemuan yang tidak disangka-sangka beberapa tahun setelahnya. Dari yang aku tidak tahu sholawat menjadi tahu, bahkan menyukainya. Memasuki dunia pesantren dan mengenalnya, serta mencintai majelis dan duduk di dalamnya. Semua berawal dari sinetron Raden Kian Santang ini. Keingintahuanku pula membawa diriku yang penasaran dengan sosok Alwi Assegaf sebagai Kian Santang kecil yang akhirnya membuat diriku mencari tahu siapa dirinya. Ternyata Alwi merupakan salah satu keturunan dari manusia yang mulia, Baginda Nabi Muhammad saw.


Lama syair itu tenggelam dalam diri, beberapa bulan pasca melepas pakaian putih abu-abu yang menyelimuti tubuh kurusku.  Aku kembali diperkenalkan dengan syair sholawat yang menggetarkan hati, hanya saja yang melantunkannya sosok yang berbeda. Meski keduanya masih sama-sama keturunan dari Nabi Muhammad saw. 


Baca: Tiga Puluh Jam Bersama Habibana 


Melalui untaian syair dan pujian yang disenandungkan Habib Syech bin Abdul Qadir Assegaf itu pula semakin menambah rasa kagum dan syukurku bisa mengenal dan menjadi umat Baginda Nabi Muhammad saw., yang pada akhirnya membawa diriku hanyut dalam lantunan sholawat. 


Sinetron kolosal Raden Kian Santang ini sangat berperan dalam perjalanan hidupku. Tentunya tak lepas dari sosok Sayyid Alwi Assegaf yang berhasil memerankan Kian Santang kecil dengan apik. Dua tahun lebih aku mengikuti kisah dalam sinetron tersebut, hingga akhirnya tamat (2014). Dan beberapa tahun setelahnya tayang kembali untuk musim kedua dan ketiga dengan cerita yang berbeda, namun pada edisi kala itu aku tidak seberapa suka. Sebab beberapa cerita seakan-akan lepas dari sejarah.


Sinetron ini banyak diminati pada masanya, apalagi beberapa pemerannya kala itu sedang menjadi idola anak-anak dan remaja. Tim produksi patut diacungi jempol dalam memilih sosok pemeran dalam sinetron tersebut, seperti Alwi Assegaf yang memiliki background agamis, hafal Al-Qur'an, sehingga sangat sejalan dengan kisah dan karakter Raden Kian Santang yang ia bawakan. Prabu Siliwangi yang diperankan oleh Ananda George pun tak kalah kerennya, ia banyak menuai pujian dari berbagai kalangan, terutama masyarakat Jawa; Sunda. Menurut mereka, sosok Ananda George sudah sangat pas dalam memerankan Siliwangi. Terbukti kedua pemeran tersebut hingga kini banyak dikenal dengan sebutan sosok yang mereka perankan; Kian Santang dan Prabu Siliwangi. 


Baca: Novel Sesuk Tekankan Peran Penting Orang Tua 

Comments

Popular posts from this blog

Untuk Pejuang Finansial dan Penuntut Ilmu

  Foto oleh Mujahit Dakwah Ada ungkapan menarik dari Imam Syu'bah, "من طلب الحديث أفلس" "Barangsiapa menuntut ilmu hadits, maka ia akan jatuh bangkrut." Sungguh, apa yang beliau sampaikan tidaklah berlebihan. Bagi orang yang belum menyelami bagaimana pengorbanan para ulama dahulu dalam belajar dan menuntut ilmu, ungkapan ini pasti terdengar asing dan mengherankan. Bagaimana tidak, jikalau Imam Malik sampai rela menjual atap rumahnya untuk keperluan menuntut ilmu. Imam Syu'bah menjual bak mandi ibunya. Imam Abu Hatim menjual pakaiannya satu per satu sehingga yang tersisa hanya pakaian yang melekat di badannya. Dan, Imam Ahmad sampai rela safar tanpa alas kaki karena menggadaikan sandalnya sebagai bekal perjuangan menuntut ilmu. Ketahuilah, mereka mengorbankan benda-benda itu karena hanya itulah yang mereka miliki. [ Diceritakan dengan sanadnya oleh syeikh Abdul Fattah Abu Ghuddah dalam kitab masyhur beliau, (صفحات من صبر العلماء) ] Imam Yahya bin Ma'in pe...

Anak itu Arfan Namanya!

  Menjelang maghrib ia sudah berada di masjid Berpakaian lengkap dengan peci hitam di kepalanya Senyumnya merekah, manis dipandang  Arfan, itulah namanya saat kutanya Sekolah di taman kanak-kanak Usianya lima tahun Wajahnya periang, kalau ngomong lancar dan jelas Baca: Kisah Burung Pipit yang Bertasbih Setiap Hari, Lalu Terdiam Waktu kutanya ia, mengapa rajin pergi ke masjid Arfan bilang, supaya Allah sayang Agar apa yang kita minta sama Allah, lekas diberikan "Begitu kata Bunda," ujar Arfan Allah yang sudah memberikan kedua tangan, mata, telinga, dan anggota badan semua Allah juga yang sudah kasih Ayah dan Bunda rezeki Jadi, kita harus rajin ibadah Demikian tutur anak kecil itu Bogor, 2023 Baca: Di Penghujung Mei  

Melihat Lebih Dekat, Masjid Mewah di RS Harapan Bunda Lampung

Tampak dalam ruangan masjid RS Harapan Bunda. Dokpri/Pecandu Sastra.   Salah satu sarana penunjang aktivitas ibadah  kaum muslim adalah tersedianya tempat ibadah yang nyaman, aman, bersih, dan terbebas dari najis. Meski setiap hamparan bumi adalah masjid - tempat bersujud kepada Allah (kecuali kuburan dan kamar mandi atau toilet). Sujud dapat dilakukan di mana saja, di setiap jengkal bumi yang kita pijak, selama tempat tersebut suci dan bersih.