![]() |
Mushola Al Ikhsan Karang Sari (Foto: Dokpri/Cendekia) |
Perjalanan singkat ini membawaku pada cinta yang mengajak iqra'. Seakan bercermin, ia membuatku untuk terus instrospeksi diri dan mengejar cinta serta ridha-Nya.
Karang Sari merupakan sebuah tempat baru yang aku kunjungi, untuk pertama kalinya kaki berpijak di sana. Perjalanan yang cukup membuat was-was meski diri telah menyatakan aman usai memeriksa titik lokasi melalui peta online yang disediakan platform digital. Kurang lebih hampir empat puluh menit waktu tempuh dari rumah menuju lokasi, sebab beberapa akses jalan yang rusak mengharuskan daku mengulur tarikan gas.
Ditemani bayang-bayang awan hitam yang menyelimuti langit di Karang Sari, mood pada diri sedikit berkurang, karena dari perjalanan kemarin beberapa kali diterpa hujan deras. Kendati sudah mengenakan jas hujan, kaki bagian bawah tetap saja basah kuyup olehnya.
Jalanan berbatu ditambah genangan air hujan semalam membuat perjalanan pagi ini makin beragam, ada rasa kesal dan jengkel sebab otot tangan lelah mengendalikan laju motor agar tetap seimbang, serta emosi yang bercampur-aduk karena perut tak henti berguncang dibuatnya, yang pada akhirnya sedikit membuat diriku mual.
Tiba di lokasi aku singgah di sebuah langgar di pinggir jalan utama, di Mushola Nurul Jannah aku memutuskan istirahat sejenak melepas penat dan aura usai mengendarai kuda besi. Sudah menjadi tradisi setiap memasuki tempat baru dan mengawali kerja di pagi hari yakni mendirikan sholat minimal dua rakaat (dhuha) sebelum melanjutkan aktivitas. Selain meminta keselamatan dan kelancaran dalam bekerja, kesempatan ini pula aku gunakan untuk siap-siap, sekalian numpang buat air agar nyaman saat bekerja.
Usai memanjatkan doa, aku menyusuri sudut-sudut dusun Karang Sari, memastikan awal dan akhir titik yang akan aku data. Sebagai pekerja lapangan ada tantangannya sendiri, dari yang ditolak warga hingga mendapat suudzon (prasangka buruk) darinya, waktu (jam terbang) dan pengalaman menjadi guru terbaik.
Waktu tengah hari hampir tiba, pemetaan titik-titik lokasi belum juga rampung. Terik paparan sinar matahari menyengat seluruh badan, keringat bercucuran membasahi hingga kaos bagian dalam. Setengah jam menjelang waktu sholat zuhur tiba aku sudah memulai mendatangi rumah-rumah warga. Seperti biasa beberapa berjalan lancar dan ada juga yang banyak bertanya. Bagiku hal itu tidak masalah, sebab ketika kita berada di posisi mereka, saat berjumpa dengan orang baru pasti akan bertanya banyak hal, apalagi dalam melakukan pendataan. Namun, yang membuat kesal adalah ketika kita sudah capek menjelaskan panjang-lebar, tapi ujung-ujungnya jawaban boleh atau tidak tak juga didapatkan. Momen ini adalah yang paling aku benci, karena banyak waktu harus terbuang hanya untuk dia saja, sedangkan bekerja di lapangan harus bisa melebihi target agar pendapatannya juga maksimal.
Baca juga: Selamat Ulang Tahun Sahabat Kecil
Setelah singgah dari rumah ke rumah, aku memutuskan untuk istirahat. Terik matahari makin menyemburkan panasnya. Kali ini aku mampir di Mushola Al Ikhsan untuk ishoma (istirahat, sholat, dan makan). Suasana teduh nan asri menjatuhkan pilihanku pada langgar ini, di sekitar teras mushola yang berdekatan dengan rumah milik salah satu warga setempat berjejeran tanaman bunga yang subur dan warna-warni, ditambah tanaman hijau disekitarnya begitu nikmat dipandang mata.
Lima belas menit menjelang waktu zuhur, aku segera bergegas menuju kamar mandi. Basuh wajah, buang air, sekalian bersuci. - Memasuki ruang mushola yang sederhana, ditemani semilir angin siang itu menambah rasa syukur akan nikmat-nikmat yang Allah beri.
Waktu zuhur tiba, pengurus mushola tak juga nampak. Aku memutuskan untuk mengumandangkan adzan, biasanya aku enggan adzan kecuali jika diminta, sebab aku menghargai orang-orang setempat. Hingga usai melaksanakan sholat sunnah qobliyah zuhur dan berdoa, barulah para jamaah berdatangan. Tidak banyak yang sholat di mushola siang itu, selain rumah di gang tersebut memang sedikit, mungkin warga yang lain belum pada pulang atau baru pulang dari aktivitas kerja mereka.
Seorang bapak mengenakan piyama lengan pendek, sarungan, dan berpeci hitam, - tersenyum menatapku. Usai ia mendirikan sholat rawatib, ia menoleh ke arahku memberi kode untuk iqamah, namun yang aku bingung ia justru memanggilku dengan panggilan dek. Seketika hatiku membatin; ''apakah diriku seimut itu?" - "Ah, tak apalah, memang aku kan masih muda, wajarlah dia memanggilku dengan sapaan dek," gumamku.
Namun aku salah, terlalu GeEr. Sungguh kaget, karena yang disuruh untuk iqamah adalah adik kecil yang duduk tak jauh di belakangku. Aku kaget saat mendengar suaranya menjawab perintah bapak itu.
Dengan sigap ia melangkah ke depan, meraih mic dan mengumandangkan iqamah. Senyumnya manis, matanya menawan dengan sorot yang menenangkan. Renyah suaranya menambah kekagumanku pada anak itu. Aku telah jatuh cinta padanya dalam pandang pertama.
Baca juga: Produktif Sejak Dini, Semangat Juang Kevin Membuat Cenburu
Siang itu kami bertiga mendirikan sholat zuhur berjamaah yang diimami oleh bapak yang mengenakan sarung dan berpeci hitam. Menuju rakaat kedua datang lagi seorang bapak berdiri di samping kiri ku menambah daftar makmum.
Usai sholat aku dibuat penasaran oleh adik kecil tadi, sengaja aku persingkat dzikir dari yang biasa aku baca saat duduk usai sholat - agar bisa berkenalan dengannya. Sayangnya, setelah selesai berdoa, adik itu sudah tak lagi terlihat, menyisakan peci hitam berlogo salah satu ormas Islam terbesar di Indonesia dengan warna merah putih yang ia letakkan di rak kitab yang berada di ruang teras mushola.
Tetiba terlintas di kepala untuk menuliskan sepucuk surat untuknya yang ku selipkan pada peci yang ia kenakan. Entah apakah akan ia temukan lalu dibaca atau pun tidak sama sekali, jikalau memang berjodoh pastilah akan sampai padanya.
![]() |
Potret Taman Kampung Fajar Bulan di Karang Sari (Foto: Dokpri/Cendekia) |
Dua hari setelahnya aku kembali ke Karang Sari setelah dua kali absen dikarenakan curah hujan yang tinggi membasahi bumi Gunung Sugih sejak pagi hingga siang hari, dan di hari kedua aku memutuskan untuk rehat sebab lagi shaum. Pertemuan kedua di Mushola yang sama aku berkesempatan bincang-bincang dengan anak itu sebelum shalat tiba, sembari menanti imam masjid aku bertanya-tanya mengenai dirinya. Setelah rasa penasaran beberapa hari, akhirnya ku tahu namanya; Kevin Ridho Alvian. Ia tengah menempuh pendidikan di sekolah dasar yang tak jauh dari rumahnya, pada jenjang kelas empat.
Pada kesempatan itu pula aku minta izin kepada Kevin untuk swafoto dengannya. Binar matanya, bening, memberikan ketenangan. Senyum manis merekah pada bibir mungil anak itu menghadirkan kesan kehangatan. Aku merasakan aura positif pada diri anak itu, terlebih ia yang sangat ceria. "Semoga demikian," batinku, seraya merapalkan kata Aamiin.
Sejak pertemuan kedua itu, kami saling mengenal. Kevin semakin membuatku kagum. Ia benar-benar anak yang mendapatkan didikan dengan cinta dan kasih yang luar biasa dari orang tuanya. Di antara banyaknya anak-anak di dusun itu, baru ia yang aku temui di masjid saat waktu berjamaah di siang hari. Bukan berlebihan, tapi rasa kagum di diriku tidak bisa dikhianati, Kevin membuatku cemburu.
![]() |
Swafoto dengan Kevin Ridho. (Dokpri) |
Untuk anak seusianya yang sedang gemar menikmati masa-masa bermain, tentu hal ini menjadi nilai plus. Apalagi dirinya sangat anteng dan khusyuk taat kala menghadap kepada-Nya.
Di hari ketiga aku melaksanakan tugas lapangan di Karang Sari, aku kembali menikmati jam istirahat di Mushola Al Ikhsan. Hari itu adalah hari ketujuh perjalanan, sekaligus menjadi hari terakhir bertugas di sana. Aku kembali berjumpa dengan Kevin, selain bertanya kabar tentang dirinya, aku juga mengulik beberapa hal menarik lain dari sosok Kevin. Dari latar belakang dirinya hingga hal-hal random untuk membangun keakraban.
Aku berharap ini bukanlah akhir dari perjumpaan, perjalanan singkat yang sangat berkesan di antara perjalanan-perjalanan lain dalam melaksanakan tugas dinas lapangan. Dari sekian banyak persinggahan, Karang Sari ibarat sabana yang luas, memberikan banyak kesejukan, kehangatan, dan berkesan.
Karang Sari dan Kevin adalah dua nama yang tak akan pernah terlupa. Keduanya saling berkaitan. Aku yakin tidak ada sesuatu yang Allah pertemukan, jika tidak ada kebaikan di dalamnya. Dan, aku berharap perjumpaan ini adalah yang Allah ridhoi.
Terima kasih Ya Allah atas perjalanan singkat yang membawaku pada cinta dan mengajakku untuk iqra. Seakan bercermin, ia membuatku untuk terus introspeksi diri dan semakin bersemangat untuk mengejar cinta dan ridho-Mu. Semoga engkau pun Ridho.
Baca juga: Syair Rindu di Tengah Musim Hujan
Comments
Post a Comment