Skip to main content

Dimanakah Kita? Menjadi Puasa Ulat atau Puasanya Ular!

Ilustrasi hari raya. Foto iStock. Ist




"Allāhu akbar, Allāhu akbar, Allāhu akbar. Lā ilāha illallāhu wallāhu akbar. Allāhu akbar wa lillāhil hamdu"


         Tak terasa sebulan penuh sudah kita lalui, bulan Ramadhan pun telah usai. Kini syawal menyambut kita dengan hari penuh kemenangan. Di hari kemenangan yang fitri ini marilah kita bersama-sama saling memaafkan dan saling membersihkan hati serta menyucikan diri, dari berbagai kesalahan baik dari tutur kata, ucapan, pandangan mata, serta prilaku kita baik yang disengaja ataupun tidak.


Sahabat semua, sebelum kita melangkahkan kaki terlalu jauh. Dan, sebelum Ramadhan beserta keluarga besar jauh meninggalkan kita semua, mari kita bersama-sama untuk trowback, melihat kembali seberapa besar perbuatan yang telah kita perbuat dalam kehidupan di bulan yang suci ini. Bagaimanakah sikap serta prilaku kita. Apakah puasa kita menjadi puasa sebagaimana yang dilakukan seekor ulat ataukah seperti yang dilakukan seekor ular? Hal ini perlu kita benahi dan perlu kita intropeksi kembali.


Sahabat, ketahuilah, sebagaimana seekor ular dan ulat pun ikut berpuasa. Dalam hal ini mereka berpuasa untuk tujuan masing-masing. Sebagaimana kita ketahui, seekor ular ia akan berpuasa untuk menahan makan dan haus, dalam beberapa waktu untuk mengganti kulitnya. Setelah ia melalui proses tersebut, maka ia akan merubah penampilannya, yakni; merubah kulitnya dari yang lama menjadi yang baru.


Berbeda dengan seekor ulat, ketika ulat berpuasa ia akan masuk kedalam kepompong untuk beberapa waktu, melalui proses sampai tiba saatnya ia berubah menjadi seekor kupu-kupu yang cantik jelita. Seekor ulat yang berpuasa dan berproses ia bisa berubah menjadi seekor kupu-kupu, bahkan bukan hanya namanya saja yang berubah, penampilan dan prilakunya pun ikut berubah. 


Seperti yang kita ketahui, ulat sebelum ia menjadi kupu-kupu ia memakan tanaman, merusak tanaman, dengan tampilan yang bahkan terkadang kita jijik untuk menyentuhnya, apalagi jika sampai ia menimbulkan rasa gatal pada tubuh kita. Namun, setelah ia melalui proses yang panjang, mengasingkan diri dan menyepi, sampai tiba akhirnya ia kembali keluar dengan tampilan yang berbeda, bukan hanya tampilannya saja yang begitu cantik jelita yang membuat jatuh cinta setiap insan yang melihatnya, nama, sampai makanannya pun ikut berubah, dari memakan daun-daunan sampai makan madu yang begitu manis, dari yang tadinya merusak tanaman ia berubah ikut membantu penyerbukan bunga.


Subhanallah, begitu indahnya proses itu. Namun tidak untuk seekor ular. Ular yang berpuasa, melalui proses panjang, namun apa yang ia dapatkan? Tetap saja ia tak berubah, hanya saja kulitnya yang baru. Ia masih saja ditakuti, makanannya pun masih sama. 


Nah, sahabat semua, bagaimanakah puasa kita? Apakah kita mengikuti puasanya ulat atau malah justru mengikuti puasanya seekor ular? Jangan sampai apa yang telah kita lakukan pada bulan  ramadhan kemarin hanya sia-sia belaka, tak ada manfaat dan perubahan pada diri kita. Semoga segala amal ibadah kita menjadi amal ibadah yang lillahi ta'ala, yang Allah ridhoi dan membawa keberkahan.


Khoirunnas anfa'uhum linnas, sebaik-baiknya manusia ialah yang bermanfaat bagi manusia yang lain.


Taqabalallahu minna wa minkum shiyamana wa siyamakum, kullu 'aamin wa antum bil khair.


Minal Aidin Wal Faidzin, Mohon Maaf Lahir dan Batin, Selamat Hari Raya Idul Fitri 1 Syawal 1439 H.


Salam, Disisi Saidi Fatah

Comments

Popular posts from this blog

Untuk Pejuang Finansial dan Penuntut Ilmu

  Foto oleh Mujahit Dakwah Ada ungkapan menarik dari Imam Syu'bah, "من طلب الحديث أفلس" "Barangsiapa menuntut ilmu hadits, maka ia akan jatuh bangkrut." Sungguh, apa yang beliau sampaikan tidaklah berlebihan. Bagi orang yang belum menyelami bagaimana pengorbanan para ulama dahulu dalam belajar dan menuntut ilmu, ungkapan ini pasti terdengar asing dan mengherankan. Bagaimana tidak, jikalau Imam Malik sampai rela menjual atap rumahnya untuk keperluan menuntut ilmu. Imam Syu'bah menjual bak mandi ibunya. Imam Abu Hatim menjual pakaiannya satu per satu sehingga yang tersisa hanya pakaian yang melekat di badannya. Dan, Imam Ahmad sampai rela safar tanpa alas kaki karena menggadaikan sandalnya sebagai bekal perjuangan menuntut ilmu. Ketahuilah, mereka mengorbankan benda-benda itu karena hanya itulah yang mereka miliki. [ Diceritakan dengan sanadnya oleh syeikh Abdul Fattah Abu Ghuddah dalam kitab masyhur beliau, (صفحات من صبر العلماء) ] Imam Yahya bin Ma'in pe...

Anak itu Arfan Namanya!

  Menjelang maghrib ia sudah berada di masjid Berpakaian lengkap dengan peci hitam di kepalanya Senyumnya merekah, manis dipandang  Arfan, itulah namanya saat kutanya Sekolah di taman kanak-kanak Usianya lima tahun Wajahnya periang, kalau ngomong lancar dan jelas Baca: Kisah Burung Pipit yang Bertasbih Setiap Hari, Lalu Terdiam Waktu kutanya ia, mengapa rajin pergi ke masjid Arfan bilang, supaya Allah sayang Agar apa yang kita minta sama Allah, lekas diberikan "Begitu kata Bunda," ujar Arfan Allah yang sudah memberikan kedua tangan, mata, telinga, dan anggota badan semua Allah juga yang sudah kasih Ayah dan Bunda rezeki Jadi, kita harus rajin ibadah Demikian tutur anak kecil itu Bogor, 2023 Baca: Di Penghujung Mei  

Melihat Lebih Dekat, Masjid Mewah di RS Harapan Bunda Lampung

Tampak dalam ruangan masjid RS Harapan Bunda. Dokpri/Pecandu Sastra.   Salah satu sarana penunjang aktivitas ibadah  kaum muslim adalah tersedianya tempat ibadah yang nyaman, aman, bersih, dan terbebas dari najis. Meski setiap hamparan bumi adalah masjid - tempat bersujud kepada Allah (kecuali kuburan dan kamar mandi atau toilet). Sujud dapat dilakukan di mana saja, di setiap jengkal bumi yang kita pijak, selama tempat tersebut suci dan bersih.