Skip to main content

Puisi: Hari Pertama

 

Anak-anak SD berseragam rapi di hari pertama sekolah, wajah polos penuh harap. (Foto oleh HeraWati.)

Oleh: Cendekia Al Azzam 


Di halaman pagi yang masih canggung,
langkah-langkah mungil berbaris ragu.
Mata mereka mencari peluk,
di antara peluit dan senyum yang baru.


Seragam belum lekat di tubuh ingatan,
tas lebih berat dari keberanian.
Tangis kecil menyelip di sudut kelas,
mengendap dalam hening yang memeluk alas.


Ada tangan-tangan lembut menyambut,
guru-guru yang jadi rumah sementara.
Di balik senyum, ada doa ibu yang tertinggal
di pagar sekolah yang sepi setelah pulang.


Lonceng tak hanya menandai waktu,
tapi juga keberanian yang baru tumbuh.
Dari tangis yang tertinggal di pundak,
menjadi tawa kecil di sudut papan tulis. 


Kita pernah di sana, bukan?
Menangis karena asing, lalu jatuh cinta pada dunia belajar.
Hari pertama bukan tentang hafal nama,
tapi tentang keberanian melepaskan tangan mama.


Maka biarlah hari ini tercatat
dalam ingatan yang lembut dan jujur,
bahwa keberanian tak selalu berteriak -
kadang hanya diam, tapi tetap melangkah.


Lampung, 14 Juli 2025


Baca juga: Gaji Pertama dan Pelajaran yang Tak Tertulis 


"Hari ini kamu melangkah ke dunia baru, Nak. Dunia penuh cerita, teman, dan ilmu. Tak apa kalau gugup, tak apa kalau rindu rumah. Tapi ingat, di setiap langkah kecilmu, ada keberanian besar yang tumbuh. Selamat belajar, kamu hebat, kamu berani, dan kamu pasti bisa!"

Comments

Popular posts from this blog

Pelukan yang Tak Selesai [Cerbung]

Ilustrasi oleh AI Halo sahabat pembaca, terima kasih ya telah setia mampir dan membaca setiap karya kami. Salam hangat dari aku Cendekia Alazzam dan beberapa nama pena yang pernah aku kenakan 😁🙏. 

Cinta, Pengabdian, dan Jejak yang Abadi

  Gambar dibuat oleh AI. Halo, sahabat pembaca. Salam kenal, aku Cendekia Alazzam. Aku hendak menulis cerita bersambung, kurang lebih ada 10 bab. Dengan judul besar "Cinta, Pengabdian, dan Jejak yang Abadi". Bergenre Fiksi Realis, Drama Keluarga, dan Romance.

Anak itu Arfan Namanya!

  Menjelang maghrib ia sudah berada di masjid Berpakaian lengkap dengan peci hitam di kepalanya Senyumnya merekah, manis dipandang  Arfan, itulah namanya saat kutanya Sekolah di taman kanak-kanak Usianya lima tahun Wajahnya periang, kalau ngomong lancar dan jelas Baca: Kisah Burung Pipit yang Bertasbih Setiap Hari, Lalu Terdiam Waktu kutanya ia, mengapa rajin pergi ke masjid Arfan bilang, supaya Allah sayang Agar apa yang kita minta sama Allah, lekas diberikan "Begitu kata Bunda," ujar Arfan Allah yang sudah memberikan kedua tangan, mata, telinga, dan anggota badan semua Allah juga yang sudah kasih Ayah dan Bunda rezeki Jadi, kita harus rajin ibadah Demikian tutur anak kecil itu Bogor, 2023 Baca: Di Penghujung Mei  

Selamat Ulang Tahun Sahabat Kecil

Selamat ulang tahun kecilku. Dokpri©2025. Ist

Tiga Puluh Jam Bersama Habibana

Kenangan Habibana dan Abah serta rombongan. Foto Pecandu Sastra. Dokpri   Jum'at itu menjadi pembuka perjalanan yang mengesankan. Nabastala biru menghampar semesta sore, perlahan mulai memudar. Segera usai berdzikir aku telah bersiap menemani Abah dan jamaah memenuhi undangan majelis peringatan Isra' Mi'raj di salah satu desa di bagian Bogor Timur. Abah, demikian aku memanggil laki-laki yang tengah berusia 50 tahun itu. Seorang pendakwah yang begitu istiqomah, gigih, penyabar, dan sangat mencintai ilmu. Beberapa bulan belakang, aku kerap menemani beliau berdakwah di desa tersebut, sepekan sekali. Tak peduli gerimis, hujan, dingin, ataupun panasnya cuaca, lelah setelah beraktivitas sekalipun, beliau terus istiqomah tanpa absen. Kecuali uzur yang mendesak. Hal tersebut yang menjadi salah satu yang aku kagumi dari sosok Abah. Sore itu, rombongan dijadwalkan berangkat sebelum maghrib. Dikarenakan perjalanan yang cukup memakan waktu, apalagi hari kerja, jam-jam segitu adalah pu...