Skip to main content

Solusi Ekonomi Krisis ala Ustadz Segaf Baharun

 

Potret Ustadz Segaf Baharun saat ceramah menyentuh hati tentang iman dan krisis ekonomi. (Sumber foto: Dalwa Gallery.)

Dalam masa ketika harga kebutuhan naik, utang menumpuk, dan pikiran mudah diliputi cemas soal hari esok, hadirnya nasihat dari Ustadz Segaf Baharun terasa seperti segelas air di tengah dahaga. Lewat tausiyahnya yang hangat dan menyejukkan, beliau menyampaikan sebuah solusi krusial namun sering kita abaikan: perkuat iman.


Bukan, ini bukan ceramah kosong yang menghindari realita. Justru, Ustadz Segaf mengajak kita menilik ulang: mengapa hati kita mudah takut saat uang menipis? Mengapa tangan enggan bersedekah padahal dompet masih terisi? Jawabannya, kata beliau, terletak pada satu hal yang paling mendasar - lemahnya iman.


Rektor Universitas Islam Internasional Darulughah Wadda'wah (Dalwa) Jawa Timur itu mengutip sabda Nabi Muhammad Shalallahu Alaihi Wasallam (SAW) yang menyatakan bahwa seorang mukmin sejati tidak akan takut menghadapi kesulitan, termasuk soal harta. Iman yang kuat memberi ketenangan: percaya bahwa rezeki sudah diatur, dan bahwa ujian adalah bagian dari proses pemurnian hati.


Baca juga: Sekolah Bukan Medan Perang, Tapi Mengapa Selalu Ada Korban?


Beliau membandingkan kondisi masyarakat sekarang dengan 50 tahun lalu. Dulu, meski uang pas-pasan, orang lebih dermawan, masjid bisa dibangun dari kantong pribadi, dan tangan-tangan yang memberi lebih ringan digerakkan oleh iman. Sekarang? Kita punya lebih banyak, tapi justru lebih takut kehilangan. Kita lebih menghitung, lebih khawatir, bahkan untuk hal yang baik.


Salah satu kisah yang disampaikan Ustadz Segaf adalah tentang Sayidina Salman Al-Farisi, sahabat Nabi yang memilih hidup sederhana. Ia takut jika kekayaan yang bertambah malah menjauhkan hatinya dari Rasulullah. Pilihan zuhud itu bukan karena anti-kaya, tapi karena paham prioritas: menjaga kedekatan dengan Allah lebih penting dari sekadar kenyamanan dunia.


Dalam dunia hari ini yang penuh ajakan menumpuk harta, kisah ini menjadi cermin. Bukan berarti kita tidak boleh sukses, tapi jangan sampai keberlimpahan justru menjauhkan kita dari kebaikan dan ketenangan batin.


Baca juga: Di Balik Kurma, Zam-Zam, dan 28 Kilometer Cinta dari Tanah Suci 


"Rezeki tidak akan salah alamat," begitu kira-kira pesan tegas Ustadz Segaf yang juga penulis buku Mutiara Indah Dari Mimbar Nabi. - Ketakutan berlebihan terhadap masa depan, terhadap kekurangan, sebenarnya bukan soal uang, melainkan soal keyakinan.


Bila seseorang yakin bahwa Allah yang mengatur semuanya, maka langkahnya jadi lebih tenang. Ia akan tetap bekerja, tetap berusaha, tapi tidak panik. Tidak stres ketika belum punya banyak. Tidak gelisah ketika bisnis belum laris. Sebab ia tahu, tugasnya adalah berikhtiar, bukan memaksakan hasil.


Tak lupa, Ustadz Segaf mengkritik keras fenomena "membenarkan yang haram". Ia menyayangkan orang-orang yang bertanya soal hukum riba bukan karena ingin tahu, tapi karena ingin mencari celah pembenaran. Padahal, hukum riba dalam Islam jelas haram, tanpa ruang abu-abu.


Baca juga: Menyelami Makna Hujan Bulan Juni Dalam Novel Eyang Sapardi


Yang lebih menyedihkan, menurut beliau, adalah ketika rasa takut terhadap kesulitan lebih besar daripada rasa takut kepada Allah. Maka manusia pun rela mencari uang dengan cara apapun, bahkan yang jelas bertentangan dengan syariat. Ini bukan cuma krisis ekonomi, tapi krisis spiritual.


Ustadz Segaf pun mengangkat sosok Nabi Muhammad SAW sebagai contoh ideal: bekerja keras, jujur, dan mandiri. Bahkan saat butuh uang, beliau rela menempuh jarak jauh untuk meminjam dari orang Yahudi ketimbang menyusahkan sahabatnya.


Ini bukan sekadar cerita sejarah. Ini teladan abadi. Bahwa dalam situasi sulit, yang dibutuhkan bukan jalan pintas yang tak halal, tapi kerja keras yang tulus dan iman yang kokoh.


Baca juga: Jejak yang Tertinggal [Cerbung]


Krisis ekonomi memang nyata. Tapi sebelum sibuk mencari pinjaman, gali dulu kekuatan batin kita. Apakah kita masih percaya pada keberkahan? Masih yakin rezeki datang dari Allah, bukan dari kecemasan atau ketakutan?


Kalau iman kuat, langkah jadi ringan. Tangan jadi ringan memberi. Pikiran tenang menghadapi badai. Dan itulah yang ditawarkan Ustadz Segaf: bukan sekadar solusi teknis, tapi solusi spiritual yang menyeluruh.


Kata Ustadz Segaf, orang yang imannya kuat tidak mudah ragu, tidak gampang panik. Ia yakin, bahkan di tengah keterbatasan, selalu ada jalan dari Allah. Maka, ketika hidup terasa sempit, barangkali yang perlu diperluas bukan isi kantong, tapi isi dada - dengan iman, amal, dan ketulusan.


Dan dari sana, insya Allah, krisis apa pun akan terlihat lebih kecil dibandingkan kekuatan yang sudah Allah tanamkan dalam jiwa kita.

Comments

Popular posts from this blog

Pelukan yang Tak Selesai [Cerbung]

Ilustrasi oleh AI Halo sahabat pembaca, terima kasih ya telah setia mampir dan membaca setiap karya kami. Salam hangat dari aku Cendekia Alazzam dan beberapa nama pena yang pernah aku kenakan 😁🙏. 

Cinta, Pengabdian, dan Jejak yang Abadi

  Gambar dibuat oleh AI. Halo, sahabat pembaca. Salam kenal, aku Cendekia Alazzam. Aku hendak menulis cerita bersambung, kurang lebih ada 10 bab. Dengan judul besar "Cinta, Pengabdian, dan Jejak yang Abadi". Bergenre Fiksi Realis, Drama Keluarga, dan Romance.

Anak itu Arfan Namanya!

  Menjelang maghrib ia sudah berada di masjid Berpakaian lengkap dengan peci hitam di kepalanya Senyumnya merekah, manis dipandang  Arfan, itulah namanya saat kutanya Sekolah di taman kanak-kanak Usianya lima tahun Wajahnya periang, kalau ngomong lancar dan jelas Baca: Kisah Burung Pipit yang Bertasbih Setiap Hari, Lalu Terdiam Waktu kutanya ia, mengapa rajin pergi ke masjid Arfan bilang, supaya Allah sayang Agar apa yang kita minta sama Allah, lekas diberikan "Begitu kata Bunda," ujar Arfan Allah yang sudah memberikan kedua tangan, mata, telinga, dan anggota badan semua Allah juga yang sudah kasih Ayah dan Bunda rezeki Jadi, kita harus rajin ibadah Demikian tutur anak kecil itu Bogor, 2023 Baca: Di Penghujung Mei  

Selamat Ulang Tahun Sahabat Kecil

Selamat ulang tahun kecilku. Dokpri©2025. Ist

Tiga Puluh Jam Bersama Habibana

Kenangan Habibana dan Abah serta rombongan. Foto Pecandu Sastra. Dokpri   Jum'at itu menjadi pembuka perjalanan yang mengesankan. Nabastala biru menghampar semesta sore, perlahan mulai memudar. Segera usai berdzikir aku telah bersiap menemani Abah dan jamaah memenuhi undangan majelis peringatan Isra' Mi'raj di salah satu desa di bagian Bogor Timur. Abah, demikian aku memanggil laki-laki yang tengah berusia 50 tahun itu. Seorang pendakwah yang begitu istiqomah, gigih, penyabar, dan sangat mencintai ilmu. Beberapa bulan belakang, aku kerap menemani beliau berdakwah di desa tersebut, sepekan sekali. Tak peduli gerimis, hujan, dingin, ataupun panasnya cuaca, lelah setelah beraktivitas sekalipun, beliau terus istiqomah tanpa absen. Kecuali uzur yang mendesak. Hal tersebut yang menjadi salah satu yang aku kagumi dari sosok Abah. Sore itu, rombongan dijadwalkan berangkat sebelum maghrib. Dikarenakan perjalanan yang cukup memakan waktu, apalagi hari kerja, jam-jam segitu adalah pu...