Menyelami Kasih Sayang Rasulullah SAW




Oleh: Disisi Saidi Fatah


    Rasulullah SAW sang pemilik gelar ‘potret kebanggaan umat manusia,’ merupakan manusia paling agung sekaligus kekasih Allah SWT. Di dalam Al-Qur’an Allah memuji keagungan akhlak beliau dalam QS. al-Qalam ayat 4; “Dan sesungguhnya engkau benar-benar berbudi pekerti yang luhur,” serta memberitahu kita bahwa Ia mengirimkannya (Rasulullah SAW) kepada alam semesta sebagai rahmat dengan prinsip dan asas-asas yang akan mengeluarkan umat manusia dari kegelapan kufur dan syirik.

    Sebagaimana dijelaskan dalam QS. al-Baqarah ayat 151, “Sebagaimana Kami telah mengutus kepadamu seorang Rasul (Muhammad) dari (kalangan) kamu yang membacakan ayat-ayat Kami, menyucikan kamu, dan mengajarkan kepadamu kitab (Al-Qur’an) dan hikmah (sunnah), serta mengajarkan apa yang belum kamu ketahui." Serta menunjuki mereka menuju jalan kebahagiaan; baik di dunia maupun di akhirat. “Sungguh, Kami telah mengutusmu (Muhammad) dengan kebenaran, sebagai pembawa berita gembira dan pemberi peringatan. Dan engkau tidak akan diminta (pertanggungjawaban) tentang penghuni-penghuni neraka." (QS. al-Baqarah ayat 119).

    Nabi kita Muhammad SAW adalah seorang mursyid sejati yang membimbing umat manusia. Beliau adalah pelita dalam kegelapan, dan rembulan yang cahayanya terang benderang, menyinari di tengah gelapnya malam. Allah SWT berfirman, “Wahai Nabi, sesungguhnya Kami mengutusmu untuk menjadi saksi, dan pembawa kabar gembira dan pemberi peringatan. Dan untuk menjadi penyeru kepada (agama) Allah dengan izin-Nya dan sebagai cahaya yang menerangi,” (QS. al-Ahzaab ayat 45-46).

    Dialah bulan purnama yang memancarkan belas kasih, menebar cahaya kasih sayang ke segala penjuru. Dalam jiwa dan raganya hanya tersimpan rasa kasih sayang. Sebagaimana Allah SWT telah menyanjungnya; “Dan Kami tidak mengutus engkau (Muhammad), melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi seluruh alam,” (QS. Al-Anbiyaa ayat 107). Begitupun juga dalam sabda Rasulullah saw: “Wahai umat manusia, aku adalah anugerah kasih sayang yang dihadiahkan kepada kalian.” Hal. xi.

    Di dalam buku ‘Mentari Kasih Sayang Rasulullah SAW yang Meluluhkan Kebekuan Hati,’ yang ditulis secara apik oleh Dr. Rasyid Haylamaz memberikan kita penerangan dan juga pengetahuan kisah-kisah kehidupan dan perjuangan baginda Rasulullah dalam mengarungi samudera kehidupan di dunia yang fana, terlebih dalam berdakwah di jalan Allah.

    Buku ini diterbitkan pertama kali dalam bahasa Arab dengan judul ‘Syamsu ar Rahman Allatii Anaarat Dzalaam al Quluub oleh Dar el-Nile tahun 2006. Lalu pada Agustus 2021, buku ini diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia oleh Agus Susilo, Abdul Malik, Yanuarta Wijaya, Romal Mujaddid, M Hendrik Al-Faruk, Zainuddin, dan Mukhlisin melalui Penerbit Republika Jakarta. Dengan ketebalan xxxvi+ 303 halaman, dan ber-ISBN 978-623-279-117-6.

    Secara garis besar, buku ini terdiri dari pedahuluan dan tiga bab utama. Pada bagian pendahuluan dibahas perubahan drastis sudut pandang masyarakat Mekkah terhadap pribadi Rasulullah SAW. Bagaimana mungkin mereka menyematkan kepada beliau julukan-julukan hina dina lantaran sifat benci, iri, dengki, cemburu, dan amarah yang bercokol di hati mereka. Bahkan terkadang mereka menjuluki Nabi sebagai penyihir, dukun, dan lain sebagainya. Sementara, selama empat puluh tahun sebelum masa kenabian, mereka mempercayainya dan menjulukinya dengan ash-Shadiq al-Amin (yang jujur dan terpercaya).

    Bab pertama buku ini mengulas priode sulit yang dialami Rasulullah SAW dalam mengemban risalah dakwah dan beragam sikap anarkis kafir Quraisy yang beliau hadapi: keangkuhan, penentangan, pelecehan, dan intimidasi. Selain itu, bab ini juga menyoroti kejeniusan Nabi dalam mencari celah dan menemukan strategi jitu agar cahaya Islam dapat menerobos masuk ke relung hati yang hampa, serta membuka pintu hati yang tertutup. Dan, bagaimana beliau tidak pernah merasa putus asa maupun bosan untuk mengetuk pintu hati, serta menempuh berbagai macam cara demi tercapainya sebuah cita-cita.

    Beliau berupaya menerangi akal dengan ilmu, hati dengan iman, dalam bingkai perdamaian, ketentraman, cinta kasih dan dialog. Pada bab ini juga mengkaji dalamnya semesta nabawi nan suci dengan analisis tajam dan penelitian objektif, untuk membuktikan dengan bukti-bukti yang valid bahwa dalam hidup Nabi tidak pernah ada praktik kekerasan dan pertumpahan darah.

    Adapun bab kedua menjelaskan segenap usaha yang ditempuh Nabi guna mewujudkan perubahan di masa keemasan melalui cara-cara dan metode-metode nabawi. Lebih banyak menyoroti strategi dakwah dan usaha Nabi dari sudut pandang masa kini dengan panjang lebar dan menyeluruh, serta menjelaskan jalan yang seharusnya ditempuh agar dakwah bisa diterima umat serta menarik simpati mereka, menyucikan hati mereka dari noda (aib) dan sifat tercela lainnya. Menyuguhkan kepada kita solusi tepat untuk menyelesaikan permasalahan-permasalahan kontemporer. Selain itu, bab ini juga menguraikan dengan singkat faktor-faktor fundamental yang menunjang laju ilmu pengetahuan agar berkembang pesat di masa depan yang gemilang.

    Sementara bab terakhir menyuguhkan buah dari jerih payah Nabi dalam berdakwah selama dua puluh satu tahun, yakni segenap daya upaya yang beliau kerahkan sejak awal dakwah hingga pembebasan Kota Mekkah (Fathu Makkah). Tidak luput juga, pada bab ini diuraikan motif perjalanan dakwah Nabi dari rumah ke rumah masyarakat Mekkah dan sekitarnya guna berdialog dan menyeru mereka ke jalan yang diridhai oleh Allah SWT.

    Hal ini dilakukan berulang kali, meski beliau kerap menerima penolakan, penentangan, dan konfrontasi. Selain itu juga, pada bab ini juga ada penjelasan bagaimana ketika ‘mentari’ kasih sayang telah terbit menyinari saentero langit Mekkah sehingga sirnalah gunung es kedengkian dan kebencian yang tertimbun berlapis-lapis. Bagaimana fajar baru telah menyingsing menyambut era baru yang penuh dengan spirit hidup dan kerja yang konsisten demi keselamatan umat manusia (ihya al-akharin).

    Membaca buku ini sangatlah penting, agar kita bisa memahami bagaimana sejatinya beliau (Habibana Wanabiyana Wamaulana Muhammad SAW) sebagai sosok yang penyayang, penuh belas kasih. Bergaul dengan kelembutan kepada siapapun dan di manapun. Dalam buku ini, kita akan menemukan sebuah kisah, di mana suatu ketika beliau dizalimi sasaran dakwah, beliau segera mengendalikan diri agar tidak terbawa emosi. Keinginan beliau hanyalah berusaha mengajak mereka menuju iklim kasih sayang dan suasana kehangatan cahaya iman. Inilah yang perlu kita garis bawahi, dan perlu kita terapkan dalam mengajak maupun berdakwah pada era sekarang.

    Dunia baginda Nabi adalah dunia yang tidak berbahaya dan tidak pula membahayakan orang lain, bahkan tidak ada istilah membalas keburukan dengan semisalnya. Bagaimanapun situasi dan kondisinya, Kekasih Allah selalu bersikap sesuai dengan kepribadian beliau yang mulia dan kedudukannya yang tinggi.

    Beliau tidak pernah membalas perlakuan orang-orang yang menyakiti dan melempari beliau dengan batu hingga kepala Nabi bercucuran darah, serta yang merampas harta benda beliau, bahkan yang ingin menghabisi nyawa beliau sekalipun. Beliau bukanlah seperti kafir Mekkah yang kerap memperlihatkan watak mereka yang keras dan bengis.

    Lebih dari itu, Nabi juga senantiasa membimbing para sahabat ke jalan kelembutan dan metode kasih sayang. Pada awal mula dakwah, beliau mewasiatkan Abu Dzar ra., Abu Bakar ra., dan Umar ra., untuk selalu bersikap bijak, arif, dan berhati-hati. Beliau kerap mengingatkan para sahabat untuk tidak membalas keburukan yang menimpa meraka dengan perbuatan serupa; tidak merespon perlakuan yang mencederai hak-hak mereka dengan tindak kekerasan dan kebengisan serta tidak terbawa arus kebrutalan.

    Semoga kita semua dapat meneladani dengan baik teladan Rasulullah SAW dan dapat menerapkannya dalam kehidupan kita. Semoga kita kelak dapat berjumpa dengan beliau dan menjadi bagian dari umatnya. Aamiin Ya Rabbal ‘Alamiin.


Identitas Buku:

Judul : Mentari Kasih Sayang Rasulullah SAW yang Meluluhkan Kebekuan Hati

Penulis : Dr Rasyid Haylamaz

Penerjemah : Agus Susilo, Abdul Malik, Yanuarta Wijaya, Romal Mujaddid, M Hendrik Al-Faruk, Zainuddin, dan Mukhlisin

Penerbit : Republika

Tahun Terbit : Agustus 2021

ISBN : 978-623-279-117-6


*** Penulis adalah aktivis kemanusiaan, aktif di Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama (IPNU) Lampung, Jurnalis NU Online, hobi membaca. Pemilik nama pena Pecandu Sastra dapat dihubungi melalui instagram @itsme1disisi atau e-mail: pecandusastra96@gmail.com


Tulisan ini pertama kali tayang di Dawuh Guru, untuk membacanya >>>KLIK<<<

No comments

Bagian 1 - Tiga Puluh Jam Bersama Habibana

1/ Nabastala biru kian memudar, merah, jingga, orange, menggantikan peran memadati pemandangan senja yang kian tenggelam. Segera, usai berd...

Powered by Blogger.