Skip to main content

Menguak Sisi Kehidupan dari Novel Pergi Tere Liye

 

Sumber: ilovebuku. ist


Novel 'Pergi' merupakan seri kelanjutan dari buku sebelumnya yang berjudul 'Pulang', adalah buku keempat dari sekuel aksi karya salah satu penulis hebat tanah air; Tere Liye. Sebuah kisah tentang menemukan tujuan, kemana hendak pergi, melalui kenangan demi kenangan masa lalu, pertarungan hidup dan mati untuk memutuskan kemana langkah kaki akan dibawa.


Masih berkisah tentang Bujang atau Agam alias Si Babi Hutan yang menguasai seluruh jaringan perekonomian dan berperan penting dalam menggerakkan roda perekonomian. 


Bedanya, jika pada Novel Pulang, Bujang masih berstatus sebagai anggota keluarga Tong, namun di novel kali ini kehidupannya makin berbeda, setelah ditinggal oleh orang-orang terdekatnya; seperti mamak, bapak, Teuku Besar, dan beberapa guru yang mengajarinya. Bujang akhirnya diangkat menjadi Teuku Besar menggantikan peran Teuku Besar sebelumnya dan mengambil alih semua peranan.


Pembahasan dan alur konflik, tidak jauh berbeda dengan novel Pulang, karena keduanya memang masih satu serial. Shadow ekonomi yang merupakan sistem ekonomi bahwa tanah yang menguasai seluruh jaringan perekonomian dan berperan penting dalam mengerakkan roda perekonomian dunia, yang tidak banyak diketahui orang masih menjadi topik dan konflik utama.


Meski demikian, Novel ini tidak kalah menarik untuk kita ikuti. Karena semakin banyak pengetahuan, wawasan, dan pemahaman baru yang disajikan oleh penulis.


Baca: Memaknai Pulang dalam Novel 'Pulang' Tere Liye 


Para penguasa shadow ekonomi bisa memainkan peran besar baik di dunia politik, militer, melebihi pemerintah yang berkuasa. Selagi pemerintahan yang berkuasa tidak membuat masalah dengan mereka,  maka kehidupan bisa berjalan normal. Namun jika pemerintah membangkang, pemimpin yang berkuasa pun dapat ditumbangkan. 


"di Negara-negara berkembang; partai politik, jabatan, dan kekuasaan tidak lebih adalah mata pencaharian kelompok tertentu. Politisi hanyalah serigala rakus yang memakai topeng seolah baik - mereka bukan patriot, juga jauh dari idealis, uang adalah segalanya bagi mereka." Halaman 174.



Membaca buku serial aksi ini menjadi menarik, karena kalau kita jeli dan teliti, ada benarnya juga apa yang dibahas dalam buku-buku ini terkait hal-hal yang terjadi di lingkung pemerintahan dalam suatu kekuasaan. Ada semacam ruang untuk berdialektika bagi para pembaca, membuka cakrawala pikiran yang menjadikannya untuk berpikir terhadap sesuatu yang dijadikan pembahasan dalam novel ini.


Dari sekian pembahasan, yang menarik bagiku ialah terkait kata 'pergi' yang digunakan penulis sebagai pintu. Puncaknya, ketika Bujang atau yang memiliki julukan Si Babi Hutan ini berhasil mencapai suatu kondisi yang akhirnya membuat ia jenuh dan merenung -- refleksi diri.


Baca: Poin Penting dari Film "Tuhan, Izinkan Aku Berdosa!"


Hidup adalah proses belajar yang tidak ada hentinya. Seperti Bujang yang dahulu bertanya tentang definisi Pulang dan akhirnya menemukan jawabannya. Namun, hal itu bukan menjadi akhir dari perjalanannya. Ia dihadapkan kembali pada tingkat berikutnya, yaitu menemukan arti hidup. Ke mana ia akan pergi? Apa tujuannya? Hal ini menjadi persimpangan hidup yang ia lalui. Sama halnya dengan Bujang, kita pun akan menghadapi banyak persimpangan hidup yang tiada hentinya.


Salah satu hal yang perlu diingat, untuk bisa melanjutkan kehidupan, yaitu berdamai dengan masa lalu; berdamai dengan segala situasi yang sudah terjadi, dan ikhlas menerima keadaan saat ini. Dengan melepaskan masa lalu, kita bisa melangkah maju ke depan tanpa beban.


Dari Bujang juga kita belajar untuk memperjuangkan apa yang menjadi milik kita. Jangan mudah menyerah melihat kehebatan siapapun yang menentang kita. Jika kita berjuang untuk kebenaran, pasti akan selalu ada jalan yang terbuka.


Baca: Apa itu Haji Mabrur dan Apa Ganjarannya?

Comments

Popular posts from this blog

Untuk Pejuang Finansial dan Penuntut Ilmu

  Foto oleh Mujahit Dakwah Ada ungkapan menarik dari Imam Syu'bah, "من طلب الحديث أفلس" "Barangsiapa menuntut ilmu hadits, maka ia akan jatuh bangkrut." Sungguh, apa yang beliau sampaikan tidaklah berlebihan. Bagi orang yang belum menyelami bagaimana pengorbanan para ulama dahulu dalam belajar dan menuntut ilmu, ungkapan ini pasti terdengar asing dan mengherankan. Bagaimana tidak, jikalau Imam Malik sampai rela menjual atap rumahnya untuk keperluan menuntut ilmu. Imam Syu'bah menjual bak mandi ibunya. Imam Abu Hatim menjual pakaiannya satu per satu sehingga yang tersisa hanya pakaian yang melekat di badannya. Dan, Imam Ahmad sampai rela safar tanpa alas kaki karena menggadaikan sandalnya sebagai bekal perjuangan menuntut ilmu. Ketahuilah, mereka mengorbankan benda-benda itu karena hanya itulah yang mereka miliki. [ Diceritakan dengan sanadnya oleh syeikh Abdul Fattah Abu Ghuddah dalam kitab masyhur beliau, (صفحات من صبر العلماء) ] Imam Yahya bin Ma'in pe...

Anak itu Arfan Namanya!

  Menjelang maghrib ia sudah berada di masjid Berpakaian lengkap dengan peci hitam di kepalanya Senyumnya merekah, manis dipandang  Arfan, itulah namanya saat kutanya Sekolah di taman kanak-kanak Usianya lima tahun Wajahnya periang, kalau ngomong lancar dan jelas Baca: Kisah Burung Pipit yang Bertasbih Setiap Hari, Lalu Terdiam Waktu kutanya ia, mengapa rajin pergi ke masjid Arfan bilang, supaya Allah sayang Agar apa yang kita minta sama Allah, lekas diberikan "Begitu kata Bunda," ujar Arfan Allah yang sudah memberikan kedua tangan, mata, telinga, dan anggota badan semua Allah juga yang sudah kasih Ayah dan Bunda rezeki Jadi, kita harus rajin ibadah Demikian tutur anak kecil itu Bogor, 2023 Baca: Di Penghujung Mei  

Melihat Lebih Dekat, Masjid Mewah di RS Harapan Bunda Lampung

Tampak dalam ruangan masjid RS Harapan Bunda. Dokpri/Pecandu Sastra.   Salah satu sarana penunjang aktivitas ibadah  kaum muslim adalah tersedianya tempat ibadah yang nyaman, aman, bersih, dan terbebas dari najis. Meski setiap hamparan bumi adalah masjid - tempat bersujud kepada Allah (kecuali kuburan dan kamar mandi atau toilet). Sujud dapat dilakukan di mana saja, di setiap jengkal bumi yang kita pijak, selama tempat tersebut suci dan bersih.