![]() |
Bulan menggantung di langit malam, memantulkan cahaya sendu di antara rumah dan pepohonan-seperti rindu yang diam-diam menunggu pulang. (Foto: Dokpri) |
Di bawah bulan yang tak bertanya, adalah kalimat-kalimat yang kurangkai dalam larut malam yang tak kunjung padam. Sendiri, menyepi di bawah cahaya rembulan yang seakan redup. Seperti hatiku tanpa hadirmu.
Di Bawah Bulan yang Tak Berdaya
Oleh: Cendekia Al Azzam
Malam turun perlahan,
seperti doa yang jatuh diam-diam di jendela ingatan.
Kau tahu, langit tak pernah benar-benar gelap,
selalu ada cahaya yang menolak padam -
meski hanya seberkas, meski dari rumah yang tak pernah disapa.
seperti doa yang jatuh diam-diam di jendela ingatan.
Kau tahu, langit tak pernah benar-benar gelap,
selalu ada cahaya yang menolak padam -
meski hanya seberkas, meski dari rumah yang tak pernah disapa.
Di sana, bulan menggantung,
tak berjanji, tak juga menghakimi.
Ia hanya hadir,
menerangi luka-luka yang tak sempat kita beri nama,
dan rindu yang lupa jalan pulang.
tak berjanji, tak juga menghakimi.
Ia hanya hadir,
menerangi luka-luka yang tak sempat kita beri nama,
dan rindu yang lupa jalan pulang.
Baca juga: Sepasang Sepatu, Selembar Cinta yang Abadi
Ada rumah di bawahnya,
ada lampu yang menyala meski tak ada yang ditunggu,
ada sebatang pohon yang tetap berdiri
meski angin enggan memeluk.
ada lampu yang menyala meski tak ada yang ditunggu,
ada sebatang pohon yang tetap berdiri
meski angin enggan memeluk.
Dan aku,
aku berdiri di antara bayang dan cahaya,
menatap bulan sambil berbisik dalam hati:
“Semoga kau tahu, bahkan dalam diam,
aku masih mencintai malam,
dan segalanya yang pernah terasa kehilangan.”
aku berdiri di antara bayang dan cahaya,
menatap bulan sambil berbisik dalam hati:
“Semoga kau tahu, bahkan dalam diam,
aku masih mencintai malam,
dan segalanya yang pernah terasa kehilangan.”
Baca juga: "Puisi: Hari Pertama"
Lampung, 14 Juli 2025
Comments
Post a Comment