Skip to main content

Di Bawah Bulan yang Tak Berdaya

Bulan menggantung di langit malam, memantulkan cahaya sendu di antara rumah dan pepohonan-seperti rindu yang diam-diam menunggu pulang. (Foto: Dokpri)


Di bawah bulan yang tak bertanya, adalah kalimat-kalimat yang kurangkai dalam larut malam yang tak kunjung padam. Sendiri, menyepi di bawah cahaya rembulan yang seakan redup. Seperti hatiku tanpa hadirmu.


Di Bawah Bulan yang Tak Berdaya

Oleh: Cendekia Al Azzam 


Malam turun perlahan,
seperti doa yang jatuh diam-diam di jendela ingatan.
Kau tahu, langit tak pernah benar-benar gelap,
selalu ada cahaya yang menolak padam -
meski hanya seberkas, meski dari rumah yang tak pernah disapa. 


Di sana, bulan menggantung,
tak berjanji, tak juga menghakimi.
Ia hanya hadir,
menerangi luka-luka yang tak sempat kita beri nama,
dan rindu yang lupa jalan pulang.


Baca juga: Sepasang Sepatu, Selembar Cinta yang Abadi


Ada rumah di bawahnya,
ada lampu yang menyala meski tak ada yang ditunggu,
ada sebatang pohon yang tetap berdiri
meski angin enggan memeluk.


Dan aku,
aku berdiri di antara bayang dan cahaya,
menatap bulan sambil berbisik dalam hati:
“Semoga kau tahu, bahkan dalam diam,
aku masih mencintai malam,
dan segalanya yang pernah terasa kehilangan.”


Baca juga: "Puisi: Hari Pertama"


Lampung, 14 Juli 2025

Comments

Popular posts from this blog

Pelukan yang Tak Selesai [Cerbung]

Ilustrasi oleh AI Halo sahabat pembaca, terima kasih ya telah setia mampir dan membaca setiap karya kami. Salam hangat dari aku Cendekia Alazzam dan beberapa nama pena yang pernah aku kenakan 😁🙏. 

Cinta, Pengabdian, dan Jejak yang Abadi

  Gambar dibuat oleh AI. Halo, sahabat pembaca. Salam kenal, aku Cendekia Alazzam. Aku hendak menulis cerita bersambung, kurang lebih ada 10 bab. Dengan judul besar "Cinta, Pengabdian, dan Jejak yang Abadi". Bergenre Fiksi Realis, Drama Keluarga, dan Romance.

Anak itu Arfan Namanya!

  Menjelang maghrib ia sudah berada di masjid Berpakaian lengkap dengan peci hitam di kepalanya Senyumnya merekah, manis dipandang  Arfan, itulah namanya saat kutanya Sekolah di taman kanak-kanak Usianya lima tahun Wajahnya periang, kalau ngomong lancar dan jelas Baca: Kisah Burung Pipit yang Bertasbih Setiap Hari, Lalu Terdiam Waktu kutanya ia, mengapa rajin pergi ke masjid Arfan bilang, supaya Allah sayang Agar apa yang kita minta sama Allah, lekas diberikan "Begitu kata Bunda," ujar Arfan Allah yang sudah memberikan kedua tangan, mata, telinga, dan anggota badan semua Allah juga yang sudah kasih Ayah dan Bunda rezeki Jadi, kita harus rajin ibadah Demikian tutur anak kecil itu Bogor, 2023 Baca: Di Penghujung Mei  

Selamat Ulang Tahun Sahabat Kecil

Selamat ulang tahun kecilku. Dokpri©2025. Ist

Tiga Puluh Jam Bersama Habibana

Kenangan Habibana dan Abah serta rombongan. Foto Pecandu Sastra. Dokpri   Jum'at itu menjadi pembuka perjalanan yang mengesankan. Nabastala biru menghampar semesta sore, perlahan mulai memudar. Segera usai berdzikir aku telah bersiap menemani Abah dan jamaah memenuhi undangan majelis peringatan Isra' Mi'raj di salah satu desa di bagian Bogor Timur. Abah, demikian aku memanggil laki-laki yang tengah berusia 50 tahun itu. Seorang pendakwah yang begitu istiqomah, gigih, penyabar, dan sangat mencintai ilmu. Beberapa bulan belakang, aku kerap menemani beliau berdakwah di desa tersebut, sepekan sekali. Tak peduli gerimis, hujan, dingin, ataupun panasnya cuaca, lelah setelah beraktivitas sekalipun, beliau terus istiqomah tanpa absen. Kecuali uzur yang mendesak. Hal tersebut yang menjadi salah satu yang aku kagumi dari sosok Abah. Sore itu, rombongan dijadwalkan berangkat sebelum maghrib. Dikarenakan perjalanan yang cukup memakan waktu, apalagi hari kerja, jam-jam segitu adalah pu...