Skip to main content

Memaknai Pulang dalam Novel 'Pulang' Tere Liye

  

Foto Bookstagram/rurureadsbooks . Ist


Novel Pulang adalah buku ketiga dari serial aksi yang digarap penulis kondang Tere Liye. Buku ini terbit pertama kali pada tahun 2015 di bawah naungan penerbit Republika dengan jumlah halaman iv + 455.


Novel Pulang menceritakan kisah hidup seorang bernama Bujang, anak desa yang sederhana, namun memiliki sesuatu yang istimewa -- tersembunyi dalam dirinya. Hal itu yang membuat seorang Teuku Muda dan keluarga Tong terpikat, dan akhirnya meminang dirinya untuk menjadi bagian dari keluarga Tong.


Kisah ini bermula ketika Bujang, si tokoh utama - dalam usia 15 tahun. Pada saat itu datanglah satu rombongan pemburu dari kota (Keluarga Tong dan Teuku Muda) yang juga merupakan teman bapaknya Bujang. Kedatangan mereka guna menumpas kawanan babi hutan yang meresahkan penduduk setempat, hasil pertanian dan perkebunan mereka selalu di rusak dan gagal panen. 


Dalam pemburuan tersebut ada suatu peristiwa yang melibatkan Teuku Muda dan Bujang, di mana hal tersebut akhirnya membuat sang Teuku muda makin terpikat setelah melihat kehebatan Bujang pada malam itu. 


Ternyata, kedatangan kawanan pemburu tersebut tidak sekadar untuk berburu, melainkan untuk menjemput Bujang guna dibawa ke kota untuk disekolahkan. Sebab, selama bersama orangtuanya, Bujang sama sekali tidak pernah mencicipi bangku sekolah, bahkan untuk sekadar mengaji (menimba ilmu agama) dari ibunya saja tidak diperbolehkan oleh bapaknya.


Baca: Menyingkap Dunia Malam dari Novel Re dan peRempuan 


Nah, dari sinilah alur kisah sesungguhnya dimulai. Di dalam novel ini penulis mengambil latar penguasa shadow ekonomi yang dibungkus dengan bumbu kekeluargaan, kekerabatan, persahabatan, hingga pada penghianatan yang berakhir dengan perselisihan dan perpecahan.


Kerennya, penulis selalu berhasil memberikan kejutan demi kejutan dalam setiap konflik pada tiap babak yang diciptakan. Meski penulis menggunakan alur maju-mundur, namun keseimbangan cerita tertata rapi, sehingga para pembaca tidak dibuat bingung. Plot yang digunakan juga sangat menarik. Kendati novel ini mengusung genre aksi, namun memiliki tambahan untuk sisi komedinya.


Tapi bukan itu yang akan kita bahas dalam artikel ini, melainkan makna pulang yang diusung oleh penulis. Kira-kira apa yang terlintas dalam pikiran para pembaca sekalian saat mendengar kata 'pulang'? Mungkin, kebanyakan dari kita akan memaknainya sebagai perjalanan; misalnya dalam perantauan, lalu pulang kampung. 


Namun, berbeda dalam novel ini, kita akan diajak menyelami samudera luas pemikiran si penulis melalui kisah seorang Bujang dalam memaknai 'pulang' yang sesungguhnya.


Sejauh ini yang aku petik usai membaca novel Pulang; seberapa akrab, kompak, dan eratnya suatu hubungan kekeluargaan yang kita jalani. Akan tetap ada penghianatan dan sesuatu hal yang membuatnya renggang dan akhirnya terpisah. 


Baca: Novel 'Sesuk' Tekankan Peran Penting Orang Tua 


Dalam buku ini penulis menjelaskan bahwasanya makna pulang tidak melulu tertuju pada rumah atau kampung halaman, melainkan cakupan yang luas. Sebagaimana yang dipaparkan penulis,  pulang yang dimaksud adalah kembali ke arah yang benar dan jalan menuju pendekatan diri kepada Tuhan. 


Perjalanan hidup Bujang sebagai bagian dari keluarga Tong diceritakan penuh dengan perjuangan, intrik, dan luka. Puncaknya adalah ketika terjadinya penghianatan yang berasal dari dendam masa lalu keluarga Tong. Sampai akhirnya Bujang menemukan arti pulang demi orang tua yang dicintainya. 


Banyak pelajaran yang bisa kita petik dari fiksi ini, salah satunya terkait dengan masa lalu. Bahwasanya kita harus berdamai dengan masa lalu, meski kita harus memeluk luka, kebencian, dan rasa sakit. Kesetiaan tokoh Bujang terhadap keluarga Tong juga dapat dijadikan contoh, bagaimana membalas budi terhadap orang yang berjasa dalam hidup kita. Tere Liye dalam novelnya juga ingin mengajarkan, bahwa ilmu terbaik akan mampu mengubah jalan hidup seseorang.


Beberapa kutipan yang aku suka dari buku ini, diantaranya; "Semua orang punya masa lalu, dan itu bukan urusan siapa pun. Urus saja masa lalu masing-masing," halaman 101. - "Saat itu terjadi, kau telah pulang, Bujang. Pulang pada hakikat kehidupan. Pulang, memeluk erat semua kesedihan dan kegembiraan," halaman 388. Dan, "Sungguh, sejauh apa pun kehidupan menyesatkan. Segelap apa pun hitamnya jalan yang ku tempuh. Tuhan selalu memanggil kami untuk pulang," halaman 400.


Baca: Menerapkan Dikotomi Kendali Dalam Bermedia Sosial 


Indentitas Buku:


Judul: Pulang

Penulis: Tere Liye

Penerbit: Republika

Tahun Terbit: 2015

Jumlah Halaman: iv + 400 halaman

ISBN: 9786020822129

Comments

Popular posts from this blog

Untuk Pejuang Finansial dan Penuntut Ilmu

  Foto oleh Mujahit Dakwah Ada ungkapan menarik dari Imam Syu'bah, "من طلب الحديث أفلس" "Barangsiapa menuntut ilmu hadits, maka ia akan jatuh bangkrut." Sungguh, apa yang beliau sampaikan tidaklah berlebihan. Bagi orang yang belum menyelami bagaimana pengorbanan para ulama dahulu dalam belajar dan menuntut ilmu, ungkapan ini pasti terdengar asing dan mengherankan. Bagaimana tidak, jikalau Imam Malik sampai rela menjual atap rumahnya untuk keperluan menuntut ilmu. Imam Syu'bah menjual bak mandi ibunya. Imam Abu Hatim menjual pakaiannya satu per satu sehingga yang tersisa hanya pakaian yang melekat di badannya. Dan, Imam Ahmad sampai rela safar tanpa alas kaki karena menggadaikan sandalnya sebagai bekal perjuangan menuntut ilmu. Ketahuilah, mereka mengorbankan benda-benda itu karena hanya itulah yang mereka miliki. [ Diceritakan dengan sanadnya oleh syeikh Abdul Fattah Abu Ghuddah dalam kitab masyhur beliau, (صفحات من صبر العلماء) ] Imam Yahya bin Ma'in pe...

Anak itu Arfan Namanya!

  Menjelang maghrib ia sudah berada di masjid Berpakaian lengkap dengan peci hitam di kepalanya Senyumnya merekah, manis dipandang  Arfan, itulah namanya saat kutanya Sekolah di taman kanak-kanak Usianya lima tahun Wajahnya periang, kalau ngomong lancar dan jelas Baca: Kisah Burung Pipit yang Bertasbih Setiap Hari, Lalu Terdiam Waktu kutanya ia, mengapa rajin pergi ke masjid Arfan bilang, supaya Allah sayang Agar apa yang kita minta sama Allah, lekas diberikan "Begitu kata Bunda," ujar Arfan Allah yang sudah memberikan kedua tangan, mata, telinga, dan anggota badan semua Allah juga yang sudah kasih Ayah dan Bunda rezeki Jadi, kita harus rajin ibadah Demikian tutur anak kecil itu Bogor, 2023 Baca: Di Penghujung Mei  

Melihat Lebih Dekat, Masjid Mewah di RS Harapan Bunda Lampung

Tampak dalam ruangan masjid RS Harapan Bunda. Dokpri/Pecandu Sastra.   Salah satu sarana penunjang aktivitas ibadah  kaum muslim adalah tersedianya tempat ibadah yang nyaman, aman, bersih, dan terbebas dari najis. Meski setiap hamparan bumi adalah masjid - tempat bersujud kepada Allah (kecuali kuburan dan kamar mandi atau toilet). Sujud dapat dilakukan di mana saja, di setiap jengkal bumi yang kita pijak, selama tempat tersebut suci dan bersih.