Skip to main content

Kepakan Sayap Garuda

Supporter Timnas Indonesia kompak kenakan baju Merah dan Putih saat dukung Garuda berlaga menuju Piala Dunia. Foto oleh Timnas Indonesia media. 



- untuk Garuda di Kualifikasi Piala Dunia 2026


Langit malam di Nusantara
tak pernah gelap sepenuhnya,
karena sorak dan doa rakyat
terbang tinggi bersama elang merah
yang sedang mengepak sayap di kancah dunia.


Garuda tak sekadar lambang di dada,
ia jiwa yang tak bisa dipenjara sejarah,
ia suara yang tak pernah diam
meski badai datang silih berganti.
Dan kini -
ia kembali mengepak
menuju mimpi yang selama ini hanya bayang samar
di layar televisi yang penuh nostalgia.


Wahai kalian, para pejuang lapangan,
yang mengenakan merah bukan karena seragam,
tapi karena darah dan harga diri bangsa.
Langkahmu tak ada alasan untuk menoleh ke belakang.
Laga terakhir ini -
bukan waktu untuk bersantai,
melainkan waktu untuk mengukuhkan tekad
bahwa lolos bukan sekadar takdir,
tetapi hasil dari peluh, luka, dan disiplin yang tak goyah.




Kita tahu, dunia belum sepenuhnya memandang kita,
tapi kita tak menunggu diakui
untuk terus berlari menuju mimpi.
Tiap umpanmu adalah harapan,
tiap tendanganmu adalah doa kami,
dan tiap detik perjuanganmu
adalah potongan sejarah
yang kelak akan kami ceritakan
pada anak cucu kami dengan bangga.


Wahai Garuda,
kau telah mengantngi 12 poin penuh makna,
tapi tak berarti laga terakhir ini hanya pelengkap cerita.
Justru di sinilah ujian paling nyata -
mampukah kau bermain tak hanya dengan kaki,
tapi juga dengan jiwa yang tak pernah menyerah?



Kibarkan merah putih itu,
biar  dunia melihat bahwa kita tak hanya bernyanyi lagu kebangsaan,
tapi kita hidup di dalamnya,
kita berjuang di atasnya.


Dan jika kelak, langkahmu sampai ke tanah suci bernama Piala dunia,
maka sejarah akan mencatat,
bahwa Indonesia bukan lagi sekadar penonton,
tapi bagian dari panggung,
dan cerita,
dari peta dunia sepak bola yang sesungguhnya.


Baca juga:


Teruslah bertarung,
wahai Garuda!
Sebab setiap sayapmu adalah harapan,
dan setiap terbangmu adalah bukti -
bahwa mimpi anak-anak bangsa
bisa jadi nyata...
di 2026 nanti.


Indonesia, 10 juni 2025

Comments

Popular posts from this blog

Pelukan yang Tak Selesai [Cerbung]

Ilustrasi oleh AI Halo sahabat pembaca, terima kasih ya telah setia mampir dan membaca setiap karya kami. Salam hangat dari aku Cendekia Alazzam dan beberapa nama pena yang pernah aku kenakan 😁🙏. 

Cinta, Pengabdian, dan Jejak yang Abadi

  Gambar dibuat oleh AI. Halo, sahabat pembaca. Salam kenal, aku Cendekia Alazzam. Aku hendak menulis cerita bersambung, kurang lebih ada 10 bab. Dengan judul besar "Cinta, Pengabdian, dan Jejak yang Abadi". Bergenre Fiksi Realis, Drama Keluarga, dan Romance.

Anak itu Arfan Namanya!

  Menjelang maghrib ia sudah berada di masjid Berpakaian lengkap dengan peci hitam di kepalanya Senyumnya merekah, manis dipandang  Arfan, itulah namanya saat kutanya Sekolah di taman kanak-kanak Usianya lima tahun Wajahnya periang, kalau ngomong lancar dan jelas Baca: Kisah Burung Pipit yang Bertasbih Setiap Hari, Lalu Terdiam Waktu kutanya ia, mengapa rajin pergi ke masjid Arfan bilang, supaya Allah sayang Agar apa yang kita minta sama Allah, lekas diberikan "Begitu kata Bunda," ujar Arfan Allah yang sudah memberikan kedua tangan, mata, telinga, dan anggota badan semua Allah juga yang sudah kasih Ayah dan Bunda rezeki Jadi, kita harus rajin ibadah Demikian tutur anak kecil itu Bogor, 2023 Baca: Di Penghujung Mei  

Selamat Ulang Tahun Sahabat Kecil

Selamat ulang tahun kecilku. Dokpri©2025. Ist

Tiga Puluh Jam Bersama Habibana

Kenangan Habibana dan Abah serta rombongan. Foto Pecandu Sastra. Dokpri   Jum'at itu menjadi pembuka perjalanan yang mengesankan. Nabastala biru menghampar semesta sore, perlahan mulai memudar. Segera usai berdzikir aku telah bersiap menemani Abah dan jamaah memenuhi undangan majelis peringatan Isra' Mi'raj di salah satu desa di bagian Bogor Timur. Abah, demikian aku memanggil laki-laki yang tengah berusia 50 tahun itu. Seorang pendakwah yang begitu istiqomah, gigih, penyabar, dan sangat mencintai ilmu. Beberapa bulan belakang, aku kerap menemani beliau berdakwah di desa tersebut, sepekan sekali. Tak peduli gerimis, hujan, dingin, ataupun panasnya cuaca, lelah setelah beraktivitas sekalipun, beliau terus istiqomah tanpa absen. Kecuali uzur yang mendesak. Hal tersebut yang menjadi salah satu yang aku kagumi dari sosok Abah. Sore itu, rombongan dijadwalkan berangkat sebelum maghrib. Dikarenakan perjalanan yang cukup memakan waktu, apalagi hari kerja, jam-jam segitu adalah pu...